Gongcik, Seni Bela Diri Asal Pati yang Bangkit Setelah Terlupakan

 

Pati, Mitrapost.com – Dentuman gong berpadu dengan langkah kaki yang lincah. Gerak tangan menepis, memutar, lalu menendang dalam ritme teratur. Itulah Gongcik, kesenian tradisional khas Kabupaten Pati yang bukan sekadar tari, tetapi juga simbol keberanian, kecerdikan, dan semangat perlawanan dari masa penjajahan.

Kesenian ini sempat lenyap ditelan waktu, sebelum akhirnya kembali menggema berkat tangan dingin seorang seniman asal Desa Pesucen, Kecamatan Trangkil, Mochtar Faqih (40).

“Saya ikut Gongcik sejak kecil, sekitar kelas satu SD. Tapi lama-lama menghilang karena tidak banyak yang mau melestarikan. Baru tahun 2012 saya mulai menekuni lagi dan menghidupkan kembali,” ungkapnya, belum lama ini.

Ia menuturkan, Gongcik sejatinya lahir dari siasat masyarakat pada masa kolonial Belanda. Ketika ilmu bela diri dilarang, para leluhur menyamarkannya dalam bentuk tarian dengan iringan gamelan.

“Gerakannya dulu itu jurus silat yang dikamuflase jadi tari. Ada gong besar, gong kecil, kendang lanang-wedok, dan bedug. Dari situ, muncul harmoni yang indah tapi tetap mengandung makna perjuangan,” jelasnya.

Setiap pertunjukan Gongcik terdiri dari gerakan salam hormat, pembukaan, hingga pertarungan imajiner antara dua penari. Semua dimainkan dengan ritme cepat dan dinamis, menggambarkan adu ketangkasan yang penuh estetika.

Kebangkitan Gongcik dimulai dari Komunitas Gosek Tontonan, yang menelusuri kesenian lokal hampir punah di tiap kecamatan. Dari situ lah, Gongcik kembali diperkenalkan di Trangkil, lalu merambah ke Wedarijaksa, Margoyoso, Gunungwungkal, hingga Dukuhseti.

Kini, di Desa Pesucen, Gongcik tampil rutin setiap peringatan 1 Muharram atau acara sedekah bumi. Bahkan, pernah menghentak Pendopo Kabupaten Pati saat Hari Jadi Pati.

“Di Pesucen kami punya kelompok Singo Padi. Di desa lain juga ada. Alhamdulillah makin banyak yang tampil,” ujarnya dengan bangga.

Meski mulai populer lagi, regenerasi menjadi tantangan tersendiri. Faqih mengaku sempat melatih sekitar 20 anak di Sanggar Dolanan Desa Pagerharjo, Wedarijaksa, namun minat mereka kian menurun karena kesibukan sekolah.

“Anak-anak sekarang cepat bosan, apalagi kalau bentuknya itu-itu saja. Karena itu saya mencoba variasi gerakan baru biar Gongcik tetap menarik tanpa meninggalkan pakemnya,” katanya.

Perjuangan Faqih dan para pelestari Gongcik akhirnya membuahkan hasil. Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia menetapkan Gongcik sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) asal Kabupaten Pati.

“Prosesnya luar biasa. Saat presentasi di hadapan tim penilai, justru Gongcik yang paling lancar diterima. Tidak ada keraguan karena memang punya nilai sejarah dan keunikan yang kuat,” tuturnya.

Faqih berharap penetapan itu tidak berhenti di pengakuan semata. Ia ingin Gongcik masuk ke dunia pendidikan, menjadi ekstrakurikuler di sekolah-sekolah agar generasi muda mengenal budaya daerahnya sendiri.

“Kalau Pemkab bisa mendorong sekolah-sekolah mengajarkan Gongcik, saya yakin kesenian ini tidak akan punah lagi,” paparnya. (*)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mitrapost.com  di Google News. silahkan Klik Tautan dan jangan lupa tekan tombol "Mengikuti"

Jangan lupa kunjungi media sosial kami

Video Viral

Kamarkos
Pojoke Pati