Mitrapost.com – Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) kini mulai menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia pendidikan. Dari aplikasi pembelajaran adaptif, asisten belajar digital, hingga sistem penilaian otomatis, AI membuat proses belajar lebih efisien, personal, dan menyenangkan.
Namun, di balik berbagai kemudahan tersebut, muncul pula kekhawatiran mengenai dampaknya terhadap kualitas belajar dan peran guru di masa depan.
Menurut laporan United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), penggunaan AI di sektor pendidikan global meningkat hingga 48 persen dalam tiga tahun terakhir.
Banyak sekolah dan universitas mulai mengintegrasikan teknologi ini, baik dalam bentuk platform pembelajaran daring, chatbot pengajar, maupun sistem analisis kinerja siswa.
AI mampu mengenali pola belajar setiap individu dan menyesuaikan materi sesuai kemampuan mereka, sehingga siswa bisa belajar dengan kecepatan dan gaya yang paling nyaman.
Di Indonesia, sejumlah startup edutech seperti Ruangguru, Pahamify, dan Zenius juga mulai menerapkan teknologi AI untuk meningkatkan pengalaman belajar pengguna. Fitur seperti AI Tutor memungkinkan siswa bertanya secara interaktif dan mendapatkan penjelasan personal.
Namun di sisi lain, kehadiran AI juga menimbulkan dilema baru. Banyak pendidik menilai bahwa ketergantungan berlebihan terhadap teknologi justru dapat mengurangi kemampuan berpikir kritis dan empati sosial siswa.
Beberapa siswa cenderung memilih jawaban instan yang diberikan AI tanpa benar-benar memahami prosesnya. Hal ini dikhawatirkan dapat menciptakan generasi yang cerdas secara teknis, namun kurang mendalam secara intelektual.
Selain itu, persoalan etika dan keaslian karya akademik juga semakin kompleks. Laporan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mencatat peningkatan kasus plagiarisme digital dan penyalahgunaan alat bantu AI seperti ChatGPT dan Copilot dalam pembuatan tugas.
Kondisi ini menuntut lembaga pendidikan untuk menyusun regulasi dan pedoman penggunaan AI secara bijak. Namun meski menimbulkan pro dan kontra, banyak pakar sepakat bahwa AI bukanlah ancaman, melainkan alat bantu yang perlu diarahkan dengan kebijakan dan etika yang tepat.
Guru dan institusi pendidikan memiliki peran penting dalam memastikan teknologi ini tidak menggantikan peran manusia, melainkan memperkuatnya. (*)

Redaksi Mitrapost.com


