Pati, Mitrapost.com – Kelompok Tani Wana Lestari tengah berupaya memproduksi pupuk organik dalam menjaga kesuburan lahan perkebunan. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan kotoran hewan ternak.
“Kami memproduksi pupuk organik yang kami fermentasikan secara mandiri,” ujar Ketua Poktan Wana Lestari, Ngarjono.
Produksi yang dihasilkan tersebut khususnya dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman kopi. Namun selain itu, pupuk organik dari poktan Wana Lestari juga diperjualbelikan kepada petani lain.
“Kami tidak hanya budidaya saja, tetapi kami juga membuat usaha di dalamnya,” ujarnya.
Adapun pupuk olahannya memanfaatkan kotoran kambing. Ngarjono menjelaskan dalam satu karung dapat menampung 30 sampai dengan 40 kilogram pupuk organik dengan harga jual Rp25.000.
Baca juga: Perjalanan Poktan Wana Lestari Budidayakan Kopi Organik
Tidak hanya itu, Ngarjono dan kawan-kawan juga mengolah fermentasi air kelapa yang dijadikan sebagai pupuk cair. Menurutnya, konsep tersebut sebagai alternatif pengganti pemakaian pupuk EM-4.
Dalam proses budidaya tanaman kopi secara organic dibutuhkan pemupukan yang sesuai dengan kebutuhannya. Setiap satu pohon kopi membutuhkan 1 ember atau setara 8 kilogram pupuk.
Dirinya menyebut budidaya organik tidak memerlukan banyak pupuk bila dibandingkan dengan budidaya sintetis. Bahkan budidaya kopi secara organik cukup melakukan pemupukan dua tahun sekali.
Hal itu karena lahan pertanian organik memiliki kandungan yang subur sebagaimana diakibatkan oleh kandungan tanahnya yang terbebas dari zat kimia. Sehingga membuat tanaman mudah mengalami pertumbuhan tanpa bantuan pupuk yang terlalu banyak.
“Kami melakukan pemupukan dua tahun sekali pada Oktober, bertepatan musim tanam. Budidaya organik tidak memerlukan pupuk yang banyak. Berbeda sekali dengan budidaya biasa yang setiap tahunnya harus dipupuk,” tegas Ngarjono.
Baca juga: Sulitnya Pupuk Subsidi Jadi Kesempatan Petani Gunakan Pupuk Organik
Ketika lahan sudah mendukung budidaya organik, lanjutnya, maka perawatan tanaman akan semakin mudah. Namun untuk mencapai tahap tersebut, petani harus bersabar ketika lahannya masih berada di tahap konversi.
“Dalam membudidayakan pertanian organik harus sabar. Dulu saya puasa tanam hingga 2 sampai 3 tahun ketika masa-masa alih fungsi lahan dari sintetis ke kimia,” ucapnya.
Dalam melakukan proses budidaya tanaman kopi organik, Ngarjono dan kawan-kawan tak luput serangan hama. Sebagai pengganti pestisida kimia, mereka berinovasi membuat pestisida organik.
“Di musim hujan, kami mengamati adanya serangan hama kupu-kupu putih. Gerakan pengendalian hama yang kami lakukan ialah menyemprotkan pestisida nabati dari buah pucung yang kami fermentasi selama seminggu sebelum pemakaian,” pungkasnya. (*)
Baca juga: Jadi Alternatif, Warga Sulang Produksi Pupuk Urine Kelinci
Jangan lupa kunjungi media sosial kami, di facebook, twitter dan instagram
Redaktur: Ulfa PS
Komentar