Blora, Mitrapost.com – Jika kebanyakan kerajinan wayang terbuat dari kulit (lulang) sapi atau kambing, ada yang berbeda dengan wayang buatan Supriyanto. Warga asal Desa Kalangan, Kecamatan Tunjungan, Kabupaten Blora itu membuat wayang berbahan karpet.
Meski berbeda, namun wayang buatannya banyak diminati pecinta seni budaya baik dari dalam maupun luar daerah.
Wayang buatan Supriyanto itu banyak digunakan sebagai hiasan rumah atau latihan memainkan wayang bagi anak-anak.
Supriyanto mengaku belajar membuat dan memahat wayang sejak masih SD padatahun 1979. Sejak saat itu ia memperdalam keterampilan itu dan dikembangkan sampai dengan sekarang.
“Ini bahannya dari karpet, bukan lulang sapi atau kambing. Karpetnya dipilih yang tebal dan mudah atau lentur dipahat bentuk wayang,” ucapnya.
Baca juga: Wayang Gagrak Lasem Terancam Punah, Hanya Menyisakan 2 Dalang
Satu buah wayang, jelasnya, bisa diselesaikan dalam satu higga dua hari. Tetapi itu belum termasuk pemasangan gapit (tangkai atau pegangan) hingga proses pewarnaan karakter wayang dengan aneka warna cat.
Adapun bahan yang digunakan seperti karpet, bambu, cat dan tali yang mudah didapatkan di toko dan lingkungan desa sekitar.
“Satu buah wayang ini saya jual dengan harga Rp50.000 hingga Rp100.000. Tergantung ukuran wayang,” karta dia.
Untuk pemasaran, kata dia, selain menerima order langsung dari pembeli juga dilakukan sejumlah tempat, salah satunya di pasar Pon Blora.
Supriyanto mengatakan, wayang yang diminati warga yaitu punakawan dan pandawa lima.
“Itu yang diminati punakawan dan pandawa lima. Wayang buatan saya ini sudah sampai luar daerah, seperti Sulawesi dan Sumatra. Bahkan ada yang pesan, untuk diberikan anaknya yang ada di Amerika,” ucapnya.
Baca juga: Panggung Kahanan Kembali Hadir, Bakal Ada Roadshow di Pati
Sedangkan untuk pengiriman wayang ke luar daerah, kata dia, dipilihnya jasa pos Sebab, dinilai lebih aman dan tidak mahal.
Akan tetapi selama pandemi pesanan wayang menurun. Kalau sebelum pandemi rata-rata 10 hingga 15 pemesan tiap bulan, namun saat pandemi rata-rata 5 hingga 10 pemesan wayang buatannya.
“Ada pemesan atau tidak saya tetap buat wayang, sebab saya jual langsung bila hari pasaran atau kalau ada ada keramaian. Tapi keramaian sekarang ini dibatasi, jadi gerak saya juga kurang leluasa,” tambahnya.
Sejatinya, Supriyato adalah seorang seniman kethoprak (drama tradisioal). Namun seiring pasang surut pelaku seni tradisional, maka untuk menopang kebutuhan ekonomi ia tetap bertahan membuat wayang dan memasarkannya sendiri. (*)
Baca juga: Rara Mendut, Kisah Perlawanan Penjajahan Warga Pati
Jangan lupa kunjungi media sosial kami, di facebook, twitter dan instagram
Redaktur: Ulfa PS
Redaksi Mitrapost.com