Pati, Mitrapost.com – Menjual hasil panen pertanian dengan sistem tebas dianggap beberapa orang merugikan petani. Sistem tebas adalah pembelian hasil panen di lokasi. Jadi komoditi yang masih di lahan (belum dipanen) sudah dibeli dengan harga perkiraan. Oleh karena itu, umumnya penjualan sistem tebas merugikan petani.
PPL KJF (Penyuluh Pertanian Lapangan Kelompok Jabatan Fungsional) Dinas Pertanian dan Peternakan (Dispertan) Kabupaten Pati, Sudiyanto menyebut, tak jarang penebas juga mengalami kerugian lantaran kalkulasi harganya meleset dari realisasi panen.
“Kadang penebas juga bisa rugi, petani juga bisa memperhitungkan, rata rata petani sudah tahu berapa panen yang dihasilkan jadi tidak rugi, sudah didasari dengan penyuluh pertanian dengan sistem ubinan,” kata Sudiyanto kepada Mitrapost.com saat ditemui di Kantor Dinas Pertanian Kabupaten Pati kemarin.
Tak hanya itu, dengan sistem tebas petani juga lebih cepat mendapatkan uang dan tak perlu repot memasarkan mandiri sendiri hasil panennya. Biaya panen juga lebih murah karena tukang dibayar penebas.
Kendati demikian, ia mengakui di Musim Tanam padi pertama (MT-1) harga padi sering anjlok saat dijual dengan penebas. Pasalnya mayoritas petani tak mempunyai lahan untuk menjemur padi sehingga mau tidak mau harus dijual ke penebas.
“Dalam satu kotak kalau musim penghujan paling bisa dapat berapa. Mereka sudah sadar tapi berhubung tidak bisa menjemur ya ditebas. Di MT-1 harga bisa anjlok di Rp32-35 ribu per karung. Kalau mau untung paling tidak ya minimal Rp41 ribu per karung. Kalau tanah sewaan ga masuk,” kata Sudiyanto.
Tim Redaksi Khusus Video dan Konten