Pati, Mitrapost.com – Mereka pun telah ditetapkan menjadi janda maupun duda lantaran perceraian gugat (yang diajukan istri) maupun perceraian talak (yang diajukan suami). Kebanyakan kasus perceraian ini diajukan pihak istri. Hal ini disebabkan suami tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya.
Hakim Juru Bicara PA Pati, Sutiyo, mengungkapkan sekitar 60 persen kasus perceraian terjadi karena faktor ekonomi. Terlebih di masa pandemi Covid-19 ini ekonomi masyarakat sangat terdampak. Selain faktor ekonomi, sosial masyarakat juga berpengaruh dalam kandasnya hubungan rumah tangga suami istri.
“Perceraian meningkat dibandingkan tahun yang sama. Faktor sosial masyarakat. Faktor ekonomi karena suaminya ndak kerja. Presentase 60 persen ekonomi,” ungkap Sutiyo kepada Mitrapost.com.
Semantara faktor yang lainnya yakni kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perselingkuhan, pertengkaran yang berlarut-larut, perjudian dan faktor lainnya.
“KDRT sedikit, 10 persen KDRT, selebihnya selingkuh, cemburu, pertengkaran,minuman keras, judi, main perempuan dan lainnya,” ujar Sutiyo.
Ia pun menilai hal ini menjadi tantangan pemerintah untuk membuat lapangan pekerjaan. Sehingga ekonomi masyarakat lebih baik dan pertikaian keluarga semakin berkurang.
Para pasangan ini merupakan pemuda-pemudi yang masih tergolong usia produktif. “Ini menjadi tantangan pemerintah untuk buat lapangan pekerjaan,” katanya.
“70 persen cerai gugat. Kebanyakan yang ingin pisah cewek. Usia produktif antara 20 sampai 40 tahun itu yang mendominasi. Dibawah jarang. 40 tahun keatas juga jarang,” lanjut dia.
Tim Redaksi Khusus Video dan Konten