Mitrapost.com – Nasib 130 ribu mahasiswa asing di universitas Australia terkatung-katung setelah Negeri Kanguru mengumumkan pembukaan pintu perbatasan secara terbatas dengan prioritas warga negara setempat.
“Sangat mematahkan hati saya,” ujar seorang mahasiswa India bernama Sovia Gill yang menempuh pendidikan S2 di University of Southern Queensland kepada South China Morning Post.
Sejak saat itu, ia selalu mendengar berbagai kemungkinan mahasiswa asing dapat kembali belajar di kampus, tidak secara virtual.
“Sempat ada kabar menggembirakan bahwa mahasiswa dapat kembali di tahun selanjutnya. Kabar itu sudah kami dengar hampir dua tahun belakangan. Saya sudah putus asa,” tutur Gill.
Ia mengaku sudah sangat muak belajar secara virtual karena berbagai kendala, apalagi koneksi internet di sekitar tempat tinggalnya di India tak begitu baik.
“Tak ada koneksi internet yang stabil di sini. Butuh waktu berjam-jam mengunduh pelajaran berdurasi satu jam. Saat ujian, saya harus ke rumah seseorang di kota agar ada internet,” ungkap Gill.
Gill hanya satu dari ribuan mahasiswa internasional lain yang nasibnya kini terkatung-katung. Berdasarkan data terbaru dari pemerintah Australia, ada sekitar 130 ribu mahasiswa asing yang masih menanti untuk dapat kembali ke negara itu.
Seorang pemimpin komunitas pelajar Vietnam, Bunh Nguyen juga mengakui bahwa banyak mahasiswa dari negaranya merasakan pengalaman seperti di India. Selain itu, banyak pula mahasiswa dari Vietnam yang mengeluhkan kualitas pelajaran virtual.
“Biaya semester tak berubah, tapi kualitas edukasinya terus memburuk dan tak ada mahasiswa yang bisa menerima kondisi ini,” ucap Nguyen, seperti dilansir ABC News Australia.
Sebagaimana dilansir The Guardian, kini baru dua negara bagian Australia yang mendeklarasikan bakal menerima mahasiswa asing, yaitu New South Wales (NSW) dan Victoria, mulai akhir tahun ini. Namun, semua mahasiswa internasional tetap harus menjalani karantina setibanya di Australia. Pelajar di NSW tak perlu membayar karantina, sementara Victoria masih akan mempertimbangkan siswa mana yang harus membayar biaya karantina AUS$ 5.000 atau sekitar Rp 52,2 juta.
Setelah berita ini tersiar, sejumlah pelajar internasional kembali khawatir karena beberapa hal, seperti jurusan mahasiswa yang menjadi prioritas dan biaya karantina terlampau tinggi.
Meski demikian, Kepala Eksekutif Universitas Australia, Catriona Jackson, memastikan bahwa tiap negara bagian akan membuat aturan tersendiri untuk mahasiswa-mahasiswa internasional dalam waktu dekat. Pemerintah memang terus memutar otak untuk mencari cara agar mahasiswa internasional dapat kembali. Pasalnya, pendapatan negara dari pelajar internasional merupakan tulang punggung industri edukasi di Australia.
Pada 2019, sekitar 40 miliar dollar Australia masuk ke kas Negeri Kanguru dari pelajar internasional. Ketika pandemi melanda setahun kemudian, pendapatan itu berkurang 6 persen, atau sekitar 2,2 miliar dollar Australia. (*)
Artikel ini telah tayang di cnnindonesia.com dengan judul “Australia Buka Pintu Terbatas, 130 Ribu Siswa Asing Terkatung”.
Redaksi Mitrapost.com