“Di zaman teknologi informasi yang sangat canggih juga menjadi tantangan bagi kita. Anak muda sering main Instagram, Youtube, dan sebagainya. Kalau mau tau soal sejarah atau data tidak perlu lagi ke museum di googling saja sudah dapat,” ungkap Gus Hanies.
Kendati demikian, Gus Hanies mendorong Dinbudpar Rembang untuk beradaptasi. Salah satunya dengan memanfaatkan teknologi internet dan media sosial, sehingga para pemuda tertarik untuk mendatangi museum.
Gus Hanies menilai, tren museum yang banyak dikunjungi pendatang saat ini adalah museum non kepahlawanan yang menyediakan fitur hiburan menarik.
Oleh karenanya, selain promosi, Dinbudpar Rembang juga diminta untuk melakukan studi banding di museum – museum yang lebih populer dan ramai pengunjung.
“Saya rasan-rasan sama Pak Mutaqin (Kepala Dinbudpar) ini perlu belajar banyak dengan museum sejarah kepahlawanan. di indonesia museum yang ramai bukan yang kepahlawanan. Malah Museum angkut di Malang, Museum dirgantara, Museum kereta api Ambarawa,” tandas dia.(adv)