Namun dalam persidangan, pemerintah yang diwakili oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Menkumham Yasonna Laoly tidak menyetujui. Hal itu disampaikan oleh kuasa dari Kemenag, Kamaruddin Amin.
“Makna hukum atau legal meaning ketentuan Pasal 29 UUD 1945 sebagai batu uji Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 8 huruf f UU Perkawinan oleh Pemohon telah ditafsirkan secara keliru. Bahwa prinsip kemerdekaan dan kebebasan agama disamakan sebagai prinsip yang membolehkan perkawinan beda agama,” kata Kamaruddin Amin.
Kepercayaan dan hukum pernikahan setiap agama berbeda di Indonesia tidak bisa disamakan.
“Dan terhadap perkawinan tersebut dilakukan pencatatan sebagai tindakan yang bersifat administratif yang dilaksanakan oleh negara guna memberikan jaminan perlindungan, kemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia yang bersangkutan yang merupakan tanggung jawab negara, serta sebagai bukti autentik perkawinan,” jelas pemerintah.
Kemudian, Pemerintah dengan tegas menyebutkan bahwa pernikahan atas kepercayaan dan agama yang berbeda tidak diperbolehkan meskipun itu berkenaan dengan hak asasi manusia dan kebebasan.