Mitrapost.com – Pemahat asal Jepara, Jawa Tengah menjadi orang yang terpilih untuk membangun replika mimbar Nuruddin Zanki Masjid Al-Aqsa. Mimbar yang asli telah hangus terbakar 53 tahun yang lalu dalam peristiwa pembakaran.
Suripto selaku Ketua Komite Nasional untuk Rakyat Palestina mengatakan, pembuatan replika mimbar diinisiasi oleh Kerajaan Yordania. Pemahat asal Jepara, Jawa Tengah yang terpilih berjumlah lima orang.
“Dari Indonesia terpilih lima pemahat asal Jepara untuk membantu proyek membuat kembali mimbar bersejarah tersebut. Mereka adalah Abdul Mutholib, Zaenal Arifin, Ali Ridho, Sarmidi dan Mustafid Dinul Aziz,” ujar Suripto dalam pernyataan Selasa (23/8) dilansir dari CNN Indonesia.
Miniatur mimbar Nuruddin Zanky akan dibuat dari bahan kayu Wallnut atau kayu Turki. Bahan tersebut sesuai dengan bahan yang dipakai untuk membuat mimbar yang asli. Meski akan dipakai untuk menggantikan mimbar aslinya, detail mimbar tidak diharuskan sama persis.
Sebagai informasi, peristiwa pembakaran Masjid Al-Aqsha terjadi pada 21 Agustus 1969 yang dilakukan oleh seorang turis Australia, Denis Michael Rohan. Banyak barang dan peninggalan bersejarah dalam masjid yang juga ikut hangus terbakar termasuk mimbar peninggalan Sholahudin Al Ayyubi tahun 1187.
Menanggapi peristiwa tersebut, Indonesia bersama negara mayoritas muslim pun membentuk Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada 25 September 1969. Ada 24 negara muslim di seluruh dunia yang bergabung. Salah satu agenda OKI adalah merenovasi Masjid Al-Aqsha yang rusak akibat insiden pembakaran tersebut.
“Selain memobilisasi negara-negara lain hingga terbentuknya OKI, Indonesia pun turut berkontribusi dalam pembuatan replika mimbar Nuruddin Zanki yang dikenal juga dengan sebutan mimbar Sholahuddin,” ujar Suripto.
Diketahui, aser yang turut hangus dalam peristiwa pembakaran tersebut diantaranya mihrab Zakaria, kubah kayu masjid, maqam Arbain, 48 unit jendela, dan 3 koridor masjid.
“Kita telah kehilangan banyak aset sejarah yang sudah tidak bisa dipulihkan lagi. Nilainya tidak bisa disetarakan dengan uang,” lanjut Suripto.
Menurutnya, sebagai negara dengan mayoritas muslim, maka menjadi kewajiban untuk menjaga situs bersejarah tersebut.
“Karena itulah kewajiban kita dan juga masyarakat internasional untuk menjaga situs-situs bersejarah seperti ini, bukan saja untuk kepentingan umat Islam, tapi juga sebagai warisan budaya yang bisa dipelajari oleh generasi-generasi mendatang,” pungkasnya. (*)
Redaksi Mitrapost.com