Pati, Mitrapost.com – Petani buah di Kecamatan Gembong memilih untuk memanfaatkan pupuk kandang, di tengah mahalnya harga pupuk non subsidi.
Sahli salah seorang petani buah di Desa Semirejo mengatakan, sehari-hari ia membudidayakan jambu alpukat dan jeruk. Migrasi pupuk kandang ini menurutnya dilakukan oleh hampir sebagian besar petani buah di Gembong.
“Buah ga dapat, kalau telo tebu malah dapat. Pakai kelompok tani. Yang saya kelola jambu alpukat dan jeruk kita pakai pupuk kandang,” kata Sahli saat ditemui Mitrapost.com, Sabtu (27/8/22).
Ia mengaku, sejak awal petani buah memang tidak mendapatkan alokasi pupuk subsidi dari Pemerintah. Lantaran buah-buahan tidak masuk target penyaluran tersebut.
Untuk tanaman buah, para petani umumnya membutuhkan pupuk NPK. Sayangnya di awal tahun, pupuk NPK subsidi melonjak drastis di harga Rp 600 ribu per kuintal. Angka tersebut, diakui Sahli, sangat sulit untuk dijangkau para petani buah.
Sehingga, ia pun terpaksa mencari alternatif lain untuk melanjutkan usaha perkebunan buah-buahannya itu.
Sahli mengaku, saat bermigrasi ke pupuk kandang, ia merasakan pengalaman tanam yang sama ketika memakai pupuk kimia. Meskipun, penggunaan pupuk kandang memakan waktu lebih banyak, pasalnya ia harus mencabut rerumputan yang tumbuh usai pemupukan di lahan kebun miliknya.
“Nggak apa-apa mok pakai pupuk kandang hasilnya ya sama saja,” katanya.
Meski demikian, ia tetap mengharapkan adanya penurunan harga pupuk kimia. Pasalnya, pupuk kandang tidak bisa memenuhi kebutuhan pupuk tanaman.
Dilansir dari berbagai sumber, kenaikan pupuk non subsidi mulai terjadi sejak awal tahun 2022. Adapun penyebab utama naiknya pupuk mandiri ini adalah adanya pembatasan bahan baku yang dilakukan oleh China dan Rusia. Kedua negara tersebut adalah pemegang Pangsa Pasar bahan baku pupuk yakni Posfor dan Kalium. (*)
Wartawan Area Kabupaten Pati