Pati, Mitrapost.com – Indonesia mulai mengimpor beras negara Vietnam, Thailand, dan pakistan di minggu ketiga Bulan Desember tahun ini. Kedatangan impor beras ini tidak sekaligus namun berkala.
Berdasarkan informasi yang telah dirangkum, terjadi keterlambatan impor untuk komoditas beras, kedelai dan bawang putih dari Bulog. Pada impor tahap pertama yang dilaksanakan tanggal 16 Desember lalu, Indonesia baru bisa mengimpor sebanyak 10 ribu ton beras dari total penugasan 500 ribu ton.
Bulog menyatakan, masih akan berupaya mengimpor beras sampai 200 ribu ton hingga akhir tahun ini. Lalu sisanya, sebanyak 300 ribu ton impor beras dilanjutkan pada Januari hingga pertengahan Februari 2023.
Realisasi impor beras luar negeri ini juga menjadi sorotan tim Kepokmas Kabupaten Pati.
Rusmillah, salah satu anggota tim Kepokmas dari unsur Dinas pertanian mengatakan harusnya impor beras tidak boleh lebih dari Bulan Februari. Pasalnya, petani di daerah sedang dalam masa panen.
“Sebenarnya di Pati nggak harus impor karena stok cukup. Februari dan Maret Pati kita ada panen raya. Kalau impor saat-saat ini saja mengantisipasi Nataru. Kalau Februari Maret malah rancu,” ujar Rusmillah saat diwawancara Mitrapost.com di Pasar Puri Baru kemarin.
Jika hingga bulan Februari impor beras belum rampung, bisa dipastikan akan terjadi gejolak harga beras petani lokal.
“Kalau harga beras Bulog dibawah Rp8,500 petani rugi. Karena sekarang pupuk naik yang obat-obatan, tenaga kerja naik. Standar pemerintah kemarin juga belum di kompilasi dengan keadaan sekarang,” ujar Rumillah.
Sementara Darmawan, tim Kepokmas dari unsur Dinas Perdaganga dan Perindusterian (Disdagperin) Kabupaten Pati menambahkan, stok beras untuk Kabupaten Pati masih cukup, bahkan produktivitasnya surplus.
Meskipun Bulog mempunyai pasar yang berbeda dengan petani lokal, menurutnya hadirnya beras Bulog perlu diwaspadai oleh petani lokal.
“Kami kemarin pernah keliling, tim pangan dan bulog dia bilng punya pasaran sendiri,” ujarnya.
Darmawan juga menyayangkan Bulog tidak menyerap beras dari petani lokal. Padahal kualitas beras lokal juga tidak beda jauh dengan impor.
“Kriteria Bulog terlalu tinggi standarisasi dari Bulog terlalu tinggi. Harus ada kadar air di bawah sekian persen. Rumit,” tandasnya. (*)
Redaksi Mitrapost.com