Pati, Mitrapost.com – Seluruh masyarakat Kabupaten Pati diminta untuk tidak bergantung pada fogging dalam pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD).
Pasalnya, pencegahan dengan fogging hanya mampu memberantas nyamuk yang sudah tumbuh dengan dewasa. Sehingga jentik-jentik nyamuk tidak mampu dijangkau pada titik-titik ataupun ruangan tertentu.
Keterangan ini disampaikan oleh dr Joko Leksono Widodo selaku Plt Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pati. Dirinya mengatakan, pemilihan fogging kurang tepat dalam memberantas dan mencegah sarang nyamuk hingga ke induknya.
Menurutnya, masyarakat yang hendak meminta pencegahan dengan fogging justru hanya berdampak kecil.
“Karena fogging tidak dapat menjangkau jentik-jentik yang berada di titik-titik tertentu, seperti genangan air, tempat pembuangan, kolam, dan tempat penampungan air lainnya. Dan masyarakat Kabupaten Pati yang sedikit-sedikit minta fogging yang justru hanya berdampak kecil,” jelasnya.
dr Joko menambahkan, fogging biasanya kerap dilakukan setiap dua kali pada minggu pertama dan kedua. Dengan begini, bisa dipastikan pemberantasan pertama membunuh nyamuk dewasa sedangkan pada pemberantasan kedua hanya membasmi nyamuk dewasa yang sebelumnya masih jentik-jentik.
Lebih lanjut, Dinkes Pati mengaku tengah mempunyai tenaga promkes yang bertugas mengedukasi masyarakat akan pentingnya pencegahan DBD.
“Kami (Dinkes) mempunyai tenaga yang mana itu langsung turun ke desa. Itu merupakan promkes yang bertugas setiap minggu mengedukasi masyarakat tentang kesadaran PSN daripada fogging, karena fogging kurang. Kinerja mereka ditunjang oleh adanya BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) juga, dan bila kewalahan, maka kita akan membantunya. Dengan apa, dengan tenaga dari dinas tentunya,” imbuh dia.
Kendati demikian, ke depannya harus ada pertimbangan khusus dalam menentukan area atau daerah tertentu yang layak untuk melakukan fogging, sekaligus pencegahan fogging dilakukan ketika situasi dan kondisi darurat saja. Mengingat fogging hanya bisa dilakukan ketika ada penderita DBD yang sudah meninggal.
“Fogging itu sebenarnya baru bisa dilakukan ketika ada penderita DBD yang meninggal. Dinkes berpesan bahwa penyakit DBD khusus dari Aides Aygepti kita tidak bisa andalkan lagi fogging, kecuali darurat,” tandasnya.
“Di sanalah tim fogging terjun untuk melakukan pengasapan di tempat-tempat di sekitar Tempat Kejadian Perkara (TKP), biasanya itu sekitar 100 rumah. Tapi seperti sekolah, pondok pesantren, dikhawatirkan menjadi sasaran paling rawan datangnya nyamuk Aides Aygepti, ditambah nyamuk tersebut mulai berkeliaran di antara pukul 09.00-10.00 ketika anak-anak di satuan pendidikan mulai aktif-aktinya beraktivitas,” tutup dr Joko. (*)