Eks Mendikbud Sebut Anggaran Pendidikan Tak Sesuai UU

Mitrapost.com – Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2016-2019 Muhadjir Effendy mengatakan bahwa anggaran pendidikan tak sesuai dengan undang-undangan.

Menurutnya, Komisi X DPR RI harus memakai hak budget untuk mengontrol serta mengarah anggaran pendidikan.

Dia mengatakan bahwa anggaran tersebut diambil minimal 20 persen APBN dan tidak boleh dialokasi ke sekolah kedinasan di kementerian/lembaga (K/L). Aturan tersebut termuat PP No 18 Tahun 2022.

Selanjutnya, aturan itu diperkuat dengan PP No 57 Tahun 2022 yang menyebutkan biaya penyelenggara sekolah kedinasan jalur pendidikan formal tidak termasuk dari 20 persen APBN yang dialokasikan sektor pendidikan, namun dari anggaran K/L yang melaksanakan.

“Sebetulnya sudah ada payung hukum, tinggal Bapak bisa nggak menegakkan itu. Kalau kita, siap-siap saja, karena kita berkepentingan agar anggaran pendidikan betul-betul sesuai aturan ini,” kata Muhadjir dalam RDPU Komisi X DPR RI dengan Tokoh-tokoh Mantan Menteri Pendidikan di kanal TVR Parlemen, Selasa (2/7/2024).

“Manfaatkan hak budget Komisi X untuk mengontrol, mengarahkan anggaran. Duduk bersamalah dengan kementerian teknis sehingga Bapak ketika mengontrol tahu,” sambungnya.

Muhadjir menyinggung komponen Dana Alokasi Umum (DAU) yang diprediksi untuk anggaran pendidikan pada alokasi biaya pendidikan. Lebih lanjut, instrument tersebut dapat menjadi persoalan lantaran berisiko dipakai untuk kepentingan lain.

“(Misalnya) Dipake untuk jalan, (alasannya) ‘kan ini menuju sekolah, juga untuk pendidikan,” ucapnya.

Kemudian, secara umum DAU pendidikan juga dipakai untuk menggaji guru. Namun pada realia pada jamannya, pemerintah daerah (pemda) tidak mengangkat guru baru meskipun banyak guru yang pensiun.

Alasannya, pemda merasa keberatan mengangkat guru sebagai ASN lantaran dana fiskal kecil, terutama pada daerah pemekaran.

Sehingga, sekolah yang kekurangan guru memilih untuk menerima guru honorer dengan SK kepala sekolah. Guru honorer diberi gaji menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), bukan DAU pendidikan.

“Dari situlah semrawutnya guru-guru honorer yang nggak pernah selesai itu. Dan saya ingat betul di Komisi X sudah menyampaikan plan. Mestinya di era kepemimpinan Pak Jokowi selesai, guru honorer selesai,” ucapnya.

“Caranya supaya ini bisa sinkron, mestinya DAU dengan jumlah guru yang harus dibayar itu mustinya harus sama, harus seimbang. Ketika daerah diminta mengangkat guru dengan kuota tertentu, pemerintah pusat menyediakan, ‘Ini nih gajinya’. Kalau tidak ya dia tidak mau ngangkat, kalau (gaji guru) harus diambilkan dari APBD dia,” jelas Muhadjir. (*)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mitrapost.com  di Google News. silahkan Klik Tautan dan jangan lupa tekan tombol "Mengikuti"

Jangan lupa kunjungi media sosial kami

Video Viral

Kamarkos
Pojoke Pati