UU Pilkada Digugat, Pemohon Harap Kepala Daerah Tak Hanya Diusung Parpol

Mitrapost.com Ahmad Farisi (Peneliti dan Pengamat), A Fahrur Rozi (Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), dan Abdul Hakim (Advokat) menggugat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) di Mahkamah Konstitusi, Selasa (2/7/2024).

Ketiganya menggugat agar pelaksanaan Pilkada dapat diikuti oleh selain yang diusung melalui jalur partai politik (parpol).

“Dengan diberlakukannya norma ini menjadi sulit bagi pemohon untuk mendapatkan calon alternatif karena seluruh calon yang maju pada kontestasi pilkada ini didominasi oleh calon yang diusulkan oleh partai politik,” kata Abdul Hakim dalam sidang.

Abdul meminta Majelis Hakim MK agar menyampaikan bahwa Pasal 41 ayat (1) huruf a, b, c, d, e UU Pilkada kontradiksi dengan UUD NRI 1945, sehingga tak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Kecuali dipakai sebagai ‘Calon perseorangan dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur jika memenuhi syarat dukungan dari organisasi masyarakat atau perkumpulan masyarakat yang tercatat dan terverifikasi oleh Gubernur/Bupati/Walikota setempat minimal 5 yang masing-masing tersebar di 5 kabupaten/kota’.

Abdul Hakim mengatakan Pilkada yang hanya diusung oleh parpol dinilai tidak rasional dan tak memenuhi unsur keadilan lantaran merujuk pada presentase besaran syarat dukungan.

“Di samping itu, berlakunya angka persentase besaran syarat dukungan awal pencalonan calon perseorangan sangat tidak rasional dalam memberikan rasa keadilan dan persamaan di depan hukum,” terangnya.

Kemudian, Hakim MK, Guntur Hamzah meminta pemohon memperjelas petitum tentang kerugian calon kepala daerah yang hanya diajukan parpol.

“Bagaimana mau membahas substansinya jika pintu masuk dari kerugian konstitusional yang didalilkan hanya pada ranah pemikiran saja, setidaknya kerugian yang dimaksudkan adalah potensial terjadi sehingga terlihat posisi Pemohon dengan keberlakuan norma yang diujikan,” kata Guntur. (*)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mitrapost.com  di Google News. silahkan Klik Tautan dan jangan lupa tekan tombol "Mengikuti"

Jangan lupa kunjungi media sosial kami

Video Viral

Kamarkos
Pojoke Pati