Mitrapost.com – Ada empat perkara yang telah ditetapkan oleh Allah SWT untuk setiap manusia sejak dalam kandungan ibunya. Empat perkara ini yang biasanya disebut dengan takdir atau ketetapan yang tidak bisa diubah oleh manusia.
Dalam ‘Al-Khurasaniyyah Fi Syarhi ‘Aqidah Ar-Raziyyaini’ oleh Syaikh Abdul Aziz Marzuq Ath-Tharifi, takdir ditetapkan dalam empat waktu.
Penetapan pertama yakni takdir azali ditetapkan sebelum penciptaan langit dan bumi dan telah tertulis dalam Lauhul Mahfudz. Takdir ini mencakup semua makhluk hidup sampai dengan hari kiamat.
Kemudian, takdir juga ditetapkan saat pengambilan janji, lalu saat pembentukan nutfah atau sperma, dan tahap keempat pada saat malam Lailatul Qadar, yakni ketika takdir tahunan dituliskan. Selain itu, ada pula penetapan takdir harian, menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam ‘Syifa’ul ‘Alil Fi Masa’ilil Qadha Wal Qadar’.
Lantas, takdir apa saja yang ditetapkan oleh Allah SWT untuk menusia sebelum lahir ke dunia? Simak selengkapnya berikut ini!
Takdir yang ditetapkan sebelum manusia lahir
Dalam kitab ‘Arba’in An-Nawawiyah’ yang disusun oleh Imam an-Nawawi, terdapat empat perkara yang ditetapkan kepada manusia sebelum lahir ke dunia. Empat perkara tersebut diantaranya rezeki, amal perbuatan, ajal, serta bahagia-tidaknya di akhirat nantinya.
Hal ini berdasarkan riwayat oleh Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud ra yang berkata bahwa Rasulullah SAW merupakan sosok orang yang jujur dan terpercaya. Beliau kemudian bersabda;
“Sesungguhnya tiap tiap kalian dikumpulkan ciptaanya dalam rahim ibunya, selama empat puluh hari berupa nutfah (air mani yang kental), lalu menjadi alaqah (segumpal darah) selama itu pula, lalu menjadi mudghah (segumpal daging) selama itu pula, kemudian Allah mengutuskan malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya dan mencatat 4 (empat) hal yang telah ditentukan, yakni: rezeki, ajal, amal, dan sengsara atau bahagianya.
Demi Allah, Dzat yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya setiap kalian ada yang beramal dengan amalan penghuni surga hingga jarak antara dia dengan surga hanya sehasta (dari siku sampai ke ujung jari). Lalu suratan takdir mendahuluinya, sehingga ia beramal dengan amalan ahli neraka, maka iapun masuk neraka.
Ada juga di antara kalian yang beramal dengan amalan penghuni neraka hingga jarak antara dia dan neraka hanya sehasta. Lalu suratan takdir mendahuluinya, sehingga ia beramal dengan amalan ahli surga maka ia pun masuk surga.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Menurut ‘Al-Wafi: Syarah Hadits Arbain Imam An-Nawawi’ terjemahan oleh Dr. Musthafa Dib Al-Bugha, hadits ini menjelaskan tentang perjalanan manusia dari awal penciptaan kehidupan di dunia hingga tujuan akhirnya, entah berupa kenikmatan di surga atau kesengsaraan di neraka.
Tempat akhir ini berkaitan dengan usaha dan perilaku manusia selama di dunia, dan terjadi sesuai dengan ilmu dan kehendak Allah SWT. (*)
Redaksi Mitrapost.com