Pati, Mitrapost.com – Aksi Masyarakat Pati Bersatu menggalang donasi di depan Kantor Bupati Pati menuai ketegangan. Petugas Satpol PP tampak mengangkut donasi air mineral yang dikumpulkan warga untuk mendukung aksi demonstrasi pada 13 Agustus mendatang.
Aksi demonstrasi yang akan digelar merupakan bentuk penolakan atas kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang mencapai 250 persen.
Husaini selaku inisiator aksi menyatakan bahwa ia baru mengetahui adanya permintaan pemindahan lokasi aksi setelah menerima telepon dari rekan sesama peserta. Ia menambahkan, alasan pemindahan disebut karena akan ada acara Hari Jadi Kabupaten Pati.
“Tadi saya nganter surat pemberitahuan aksi ke Polsek, Kodim, DPRD, dan Satpol PP. Sampai di Satpol PP, saya dapat kabar dari teman bahwa kita disuruh pindah. Padahal ini kantor milik masyarakat, kok kita yang disuruh minggir?” ujarnya.
“Kalau memang harus dipindah, ya ke dalam Kantor Bupati. Karena tempat ini milik rakyat, bukan pribadi. Kami tidak akan pindah ke mana-mana, kecuali ke dalam,” tegasnya.
Husaini juga menyinggung pernyataan Bupati Pati, Sudewo, yang menyatakan tidak gentar meski menghadapi 50 ribu massa.
“Kami ingin menunjukkan bahwa masyarakat Pati itu berani bersuara. Bukan soal jumlah, tapi soal kebenaran,” katanya.
Sementara itu, Supriyanto alias Botok mengecam tindakan pengangkutan donasi air mineral oleh Satpol PP. Menurutnya, bantuan tersebut berasal dari warga, dan sudah diberitahukan kepada pihak berwenang melalui surat resmi.
“Kami sudah mengirim surat pemberitahuan penggalangan donasi untuk aksi tanggal 13 Agustus. Surat itu disampaikan ke Kapolres dan Bupati. Tapi, tadi air mineral kami diangkut petugas. Kami protes keras,” ungkapnya.
Ia juga menyinggung salah satu teks dalam naskah apel Satpol PP yang dianggap menyudutkan aksi masyarakat.
“Kami ini rakyat biasa, bukan orang hukum. Tapi, kami juga tidak bertindak semena-mena. Kami minta teks itu diturunkan. Kalau kejadian seperti ini terulang lagi, kami siap melawan,” tegasnya.
Botok menambahkan, mereka akan melakukan mediasi dengan pihak pendopo untuk meminta donasi dikembalikan. Massa aksi juga akan tetap bertahan hingga tanggal 12 Agustus sebagai bentuk perlawanan damai.
Lebih lanjut, ia menyoroti kebijakan kenaikan PBB-P2 yang dianggap menyalahi prosedur.
“Kenaikan itu melanggar Perda. Harusnya sebelum diberlakukan, ada mediasi dulu dengan tokoh masyarakat. Tapi yang terjadi, Pasopati (Paguyuban Solidaritas Kepala Desa dan Perangkat Desa) malah condong mendukung bupati. Mereka seperti di bawah arahan kepala desa, kontennya lebih banyak membela pemerintah, bukan menyuarakan rakyat,” kritiknya. (*)

Wartawan Mitrapost.com