Semarang, Mitrapost.com – Pemerintah resmi menghapuskan syarat PCR dan antigen bagi pelaku perjalanan domestik. Meski begitu, Dinas Kesehatan (Dinkes) menganjurkan untuk tetap melakukan vaksin dosis lengkap.
Kebijakan ini berlaku untuk semua moda perjalanan, baik melalui darat, udara, maupun laut.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang, M. ABdul Hakam mengatakan bahwa, dengan melakukan vaksin dosis lengkap, diharapkan imunitas masyarakat lebih kuat dibandingkan dengan yang belum menjalani vaksin.
Hakam menyebutkan mereka yang sudah divaksin memiliki imunitas lebih kuat, meskipun terpapar, maka gejala yang dialami lebih ringan atau bahkan tidak merasakan gejala sama sekali.
Misalnya saja pada gelombang ketiga dengan varian virus Omicron di Kota Semarang yang sudah memapar lebih dari 7.000 orang, sebagian besar memiliki gejala ringan karena sebagian besar sudah mendapat vaksin dosis pertama dan kedua.
“Dari sini diamati bahwa orang yang vaksin lengkap hingga booster itu imunnya tinggi bisa menangkal covid bahkan varian omicron. Tapi yang penting adalah protokol kesehatan sehingga untuk persyaratan PCR atau antigen tidak digunakan lagi saat melakukan perjalanan,” kata Hakam saat ditemui di kantor dinasnya, Selasa (8/3).
Meski syarat PCR dan antigen ditiadakan, namun penerapan protokol Kesehatan selama perjalanan wajib dilakukan. Pasalnya, protokol kesehatan juga menjadi kunci seseorang bisa terhindar dari paparan Covid-19.
Sedangkan bagi mereka yang belum mendapatkan suntikan vaksin dosis lengkap, maka masih tetap melakukan PCR.
“Mereka yang belum vaksin lengkap masih tetap membutuhkan PCR, sebenarnya dengan diberlakukan hal ini, pemerintah juga mendorong percepatan vaksinasi dosis pertama dan kedua dan kalau bisa hingga dosis ketiga,” bebernya.
Meski tidak lagi menggunakan hasil PCR dan antigen, namun setiap pelaku perjalanan juga tetap didata. Hal ini bertujuan untuk melakukan tracing, jika dalam sebuah perjlaanan terdapat kasus aktif yang muncul, sehingga akan lebih memudahkan petugas untuk melakukan tracing kepada kontak erat dalam sebuah perjalanan.
Sementara untuk percepatan vaksinasi booster, Hakam menyebut saat ini masyarakat yang dalam waktu 3 bulan terakhir sudah disuntikkan dosis kedua, maka sudah bisa melakukan dosis ketiga atau booster. Berbeda pada tahun 2021, yang mengharuskan enam bulan setelah vaksin dosis kedua baru bisa dilakukan booster.
“Ini salah satu melakukan percepatan vaksinasi, sekarang 3 bulan dari dosis kedua sudah bisa booster,” jelasnya.
Sedangkan untuk orang yang memiliki komorbid atau penyakit penyerta, bisa melakukan konsultasi dengan dokter spesialis untuk melihat kondisi kesehatannya. Jika dinyatakan stabil, maka pemberian vaksin bisa dilakukan.
“Orang dengan penyakit atau komorbid, layak atau tidak dilakukan vaksinasi itu sudah ada aturannya, misalnya orang dengan gagal ginjal apakah sudah hemodialisa atau orang alergi, autoimun kalau stabil maka layak, jadi kita ihat kestabilan penyakit penyerta,” pungkasnya. (*)
Redaksi Mitrapost.com