Mitrapost.com – Usman Hamid selaku Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia mengungkapkan bahwa tidak ada keraguan untuk memperbolehkan menikah beda agama.
Hal tersebut diungkapkan melalui sidang Mahkamah Konstitusi (MK) dalam judicial review UU Pernikahan.
“Berbagai norma internasional yang tertuang di dalam Deklarasi Universal HAM, berbagai perjanjian internasional hak sipil, hak politik, hak ekonomi, sosial, budaya dan juga berbagai konvensi yang menghapuskan diskriminasi terhadap perempuan, jelas memberikan hak dan kebebasan kepada laki‐laki maupun perempuan untuk melakukan pernikahan dan membentuk keluarga tanpa dibatasi oleh sekat-sekat agama, etnisitas, maupun status sosial lainnya,” kata Usman Hamid yang dikutip dari Risalah Sidang MK, Rabu (29/6/2022).
Usman mengatakan laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa berhak untuk menikah tanpa dibatasi oleh ras, kebangsaan, dan agama.
“Mereka diberikan hak yang sama dalam pernikahan di dalam masa perkawinan dan juga di saat‐saat perceraian,” kata Usman Hamid.
Ia mengatakan dasar hukum yang sesuai adalah Pasal 23 ayat (2) Kovenan Hak Sipil dan Politik yang mengatakan:
Hak laki‐laki dan perempuan dewasa untuk menikah dan membentuk keluarga harus diakui.
“Lembaga‐lembaga HAM dunia, termasuk organisasi non-pemerintah seperti Amnesty International menganggap hak untuk menikah dan membentuk keluarga ini adalah bagian dari hak asasi manusia. Berbagai komentar umum Komite HAM PBB, putusan-putusan Komite HAM Umum PBB ketika memeriksa kasus-kasus perselisihan antara warga negara dengan negara anggota PBB terkait pernikahan menyatakan ‘Tidak boleh ada keraguan untuk membolehkan pernikahan beda agama di dalam berbagai kasus negara‐negara tersebut’,” jelas Usman.
Dalam hal ini, Usman mengatakan larangan itu mengatasnamakan hukum Islam, secara tidak hati-hati ini akan berpotensi menghalangi hak seorang muslim.
“Nah, argumen-argumen legal sosial memang cukup luas dan tidak bisa disangkal lagi terus bisa diperpanjang atau digugat kebenaran- kebenarannya tanpa ada habis-habisnya. Karena itu, sudah sewajarnyalah setiap agama, setiap ideologi menghargai para pengikutnya, menghargai para penganutnya untuk tetap memeluk agama dan menjalankan agama dan kepercayaannya itu meskipun dia terikat di dalam suatu pernikahan yang didasarkan pada perbedaan agama,” pungkas Usman Hamid.
Sebagaimana diketahui, Ramos Petege adalah warga Mapia Tengah, Dogiyai, Papua gagal menikahi kekasihnya lantaran agamanya Islam.
“Pemohon adalah warga negara perseorangan yang memeluk agama Katolik yang hendak melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita yang memeluk agama Islam. Akan tetapi, setelah menjalin hubungan selama 3 tahun dan hendak melangsungkan perkawinan, perkawinan tersebut haruslah dibatalkan karena kedua belah pihak memiliki agama dan keyakinan yang berbeda,” permohonan Ramos Petage. (*)
Artikel ini telah tayang di Detik News dengan judul , “Amnesty di MK: Tak Ada Keraguan untuk Membolehkan Nikah Beda Agama
Redaksi Mitrapost.com