Pernyataan Komnas HAM soal Kasus Mutilasi Warga Papua oleh Oknum TNI

Mitrapost.com – Kasus mutilasi yang terjadi pada warga sipil Timika, Papua melibatkan sejumlah pasukan TNI yang turut diselidiki oleh Komnas HAM.

Dalam hal ini, Komnas HAM melakukan jumpa pers untuk mengungkapkan hasil temuan sementara dari kasus mutilasi terhadap 4 orang Papuan.

Komnas HAM menyebutkan adanya penghilangan barang bukti oleh sejumlah oknum TNI.

“Kami juga meminta keterangan keluarga korban seperti yang tadi kami sampaikan pada pokoknya menerangkan antara lain adanya komunikasi terakhir keempat korban dengan keluarga,” tutur Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam konferensi pers di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, dikutip dari Detik News, Rabu (21/9.

“Kemudian, latar belakang keempat korban dan keluarga menolak adanya pelabelan korban sebagai simpatisan atau anggota KKB, Kelompok Kriminal Bersenjata. Jadi keluarga korban menolak kemudian pelabelan korban sebagai simpatisan atau anggota KKB,”tambah dia.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik memberikan penjelasan terkait dengan kasus mutilasi itu.

Dilansir dari Detik News, Berikut pernyataan lengkap Komnas HAM:
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik

Selamat sore rekan-rekan sekalian, terima kasih atas kehadiran teman-teman memenuhi undangan kami dalam rangka konferensi pers terkait dengan hasil temuan awal ya, jadi ini belum, kami sebetulnya belum selesai masih akan terus. Tapi untuk sementara kami akan menyampaikan hasil temuan awal kami terkait dengan pemantauan dan penyelidikan kasus pembunuhan dan mutilasi 4 warga yang melibatkan anggota TNI di Kabupaten Mimika.

Sebagaimana tempo hari kami sampaikan tim kantor perwakilan kami dipimpin oleh saudara Frits Ramandey dan saudara Melky juga, itu sudah duluan kami tugaskan untuk melakukan investigasi, pemantauan dan penyidikan berbagai tempat lain. Selanjutnya kemudian tim itu diperkuat oleh Pak Anam dan juga ada beberapa staf dari Jakarta.

Sampai hari ini ada berbagai laporan-laporan yang sudah bisa kami sampaikan dan tentu saja nanti kami akan mendalami lagi, meneruskan lagi, investigasi berikutnya sampai kebetulan tuntas ya. Teman-teman sekalian sebagaimana tadi kami sampaikan peristiwa ini tentu saja luar biasa memilukan, bagi tidak saja keluarga korban tapi juga masyarakat di Mimika secara khusus dan juga masyarakat Papua.

Dan tetapi karena kita ini mungkin lebih banyak mempublikasikan atau membaca berita yang terkait dengan peristiwa di Jakarta, sehingga kemudian kita kehilangan banyak momen untuk menyampaikan kepada publik bahwa juga ada peristiwa yang sebetulnya ini luar biasa menyakitkan, memilukan, terutama bagi korban. Karena terjadi pembunuhan dan mutilasi terhadap 4 warga melibatkan anggota TNI di Kabupaten Mimika.

Seperti yang saya katakan dengan tim kantor perwakilan, kemudian diperkuat oleh tim kantor Jakarta yang dipimpin oleh Pak Anam, kemudian mencoba mendalami, meminta keterangan, alat bukti, dan lain-lain. Tentu saja juga berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk dengan kepolisian, Polda Papua, polres, kemudian juga Kodam dan juga jajaran TNI di bawah itu, Denpom-nya juga karena dalam berbagai peristiwa, berbagai hal ini terkait dengan instruksi-instruksi tersebut.

Tapi tentu saja semua kami lakukan secara parsial sebagaimana tugas kami dengan Undang-Undang No 39 Tahun 1999. Saya kira itu ya bagaimana nanti ini akan kami mintakan Pak Anam dan Pak Beka untuk menyampaikan hasil secara singkat, hasil hasil sementara ya.

Penjelasan dari Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara
Jadi, berdasarkan tinjauan lokasi, masih ditemukan sisa potongan karung yang digunakan untuk memasukkan bagian tubuh jenazah korban. Jadi ini temuan-temuan langsung yang ada di lapangan, tetapi sudah tidak ditemukan ada bekas darah di lokasi.

Meninjau langsung lokasi penghilangan jenazah. Berdasarkan tinjauan lokasi penghilangan jenazah dilakukan di Kampung Pigapu, Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika, diketahui bahwa pelaku melempar semua karung berisi jenazah korban ke sungai Kampung Pigapu.

Jadi dimasukkan ke karung dan kemudian dilempar ke sungai, karungnya. Terus kemudian mengikuti proses rekonstruksi, jadi tim Komnas HAM RI Perwakilan Papua hadir langsung dalam proses rekonstruksi pada hari Sabtu, 3 September 2022. Jadi kemudian rekonstruksi menghadirkan 9 pelaku dengan mempraktikkan 50 adegan di TKP termasuk yang disebut sebagai Mako, begitu.

Jadi Mako ini kayak tempat berkumpulnya para pelaku untuk melakukan bisnis begitu. Ada beberapa adegan dalam rekonstruksi yang kemudian mengarahkan pada peran saudara Roy Marthen Howai yang sampai saat ini statusnya masih DPO dari pihak Kepolisian.

Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara. (Ari Saputra/detikcom)
Itu kira-kira proses yang pertama yang dilakukan dalam pemantauan dan penyelidikan, jadi peninjauan lokasi.

Yang kedua adalah permintaan keterangan dan informasi hingga laporan ini disusun. Tim pemantauan dan penyelidikan telah memeriksa 19 orang saksi yang terdiri atas Penyidik Polres Mimika, Satgas Polda Papua, Penyidik Puspomad, Penyidik Pomdam XVII/Cenderawasih, Penyidik Subdenpom Mimika, Penyidik Satgasus Polda Papua, Penyidik Polres Mimika, keluarga keempat korban.

Jadi kami sudah meminta keterangan dari keluarga dari 4 korban yang ada, terus kemudian 6 orang pelaku anggota TNI dan 3 orang pelaku sipil. Jadi kan ada 10 ya, ada 10, 6 anggota TNI dan 3 warga sipil, satunya saudara Roy masih DPO sampai saat ini.

Nah dari pihak Kepolisian pada pokoknya menerangkan antara lain soal kronologi peristiwa dan detail dari tempat kejadian peristiwa atau TKP. Kemudian juga informasi terkait kondisi dan luka pada jenazah korban, informasi proses pencarian korban dan identifikasi korban, jadi ini soal proses-proses yang dilakukan oleh Kepolisian.

Jadi keluarga menuntut hukuman mati dan proses peradilannya dilakukan di Mimika. Ini permintaan korban ya bukan dari Komnas begitu.

Kemudian pelaku anggota TNI pada pokoknya menerangkan antara lain adanya hubungan, rekanan kerja antara pelaku sipil dengan pelaku anggota TNI. Kemudian pola komunikasi antara pelaku termasuk berkaitan dengan perencanaan, pola komunikasi pelaku dengan korban, terus juga menerangkan adanya senjata rakitan yang dimiliki oleh salah satu pelaku anggota TNI.

Peranan masing-masing pelaku, pelaku yang menginisiasi tindakan tertentu dan penentuan lokasi. Jadi ada yang kemudian merencanakan di mana lokasinya, bagaimana membuangnya dan lain sebagainya. Kemudian kronologi peristiwa dan detail lokasi TKP, tadi sudah kamu sampaikan di awal, kemudian juga adanya dugaan kekerasan, penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat manusia sampai hilangnya hak hidup, komunikasi antara pelaku setelah peristiwa dan juga adanya berbagai upaya obstruction of justice.

Penjelasan Komisioner Komnas HAM Choirul Anam


Jadi berdasarkan hasil temuan faktual diketahui bahwa salah satu pelaku mengenali korban dan pernah bertemu. Jadi memang kenapa kami juga meyakini bahwa ini juga perencanaan di samping tempat perencanaan dan sebagainya, termasuk juga diakui termasuk juga titik temunya ditentukan di mana dan sebagainya, ya salah satunya adalah sebelumnya ada pertemuan antara pelaku sama korban, ada perkenalan di sana.

Yang berikutnya adalah pilihan kekerasan dengan mutilasi, jadi pelaku sengaja melakukan mutilasi untuk menghilangkan jejak. Jadi tindakan mutilasi adalah tindakan menghilangkan jejak apalagi dalam keterangannya yang kami dapat juga disiapkan karung, disiapkan batu untuk supaya dia dicemplungin ke sungai, tenggelam, pemberat batu untuk pemberat sehingga jenazah tidak naik ke permukaan.

Artikel ini telah tayang di Detik News dengan judul “Lengkap, Pernyataan Komnas HAM soal Kasus Mutilasi di Papua”

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mitrapost.com  di Google News. silahkan Klik Tautan dan jangan lupa tekan tombol "Mengikuti"

Jangan lupa kunjungi media sosial kami

Video Viral

Kamarkos
Pojoke Pati