Sarapan Nasi, Identitas yang Sulit Lepas dari Orang Indonesia

Mitrapost.com – Bagi banyak orang, sarapan identik dengan roti, sereal, atau buah, yang tidak terbiasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia.

Nasi seolah dijadikan tembok pertahanan utama untuk memulai hari dengan pengibaratan kalimat yang ramai digunakan seperti “jika belum makan nasi, maka sama dengan belum makan”.

Ternyata, fenomena ini memiliki akar budaya yang panjang.

Sejak dulu, masyarakat Nusantara memang dikenal sebagai pemakan padi. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi beras masyarakat Indonesia mencapai lebih dari 90 kilogram per orang per tahun.

Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya. Tak heran jika nasi menjadi menu wajib, termasuk ketika sarapan.

Selain faktor budaya, ada juga alasan biologis. Nasi mengandung karbohidrat sederhana yang cepat diubah tubuh menjadi energi.

Bagi masyarakat dengan aktivitas yang padat sejak pagi seperti bekerja di ladang, berdagang, atau berangkat kantor, sarapan nasi terasa lebih mengenyangkan dibanding hanya dengan roti atau buah.

Namun, pola ini juga punya sisi lain. Beberapa ahli gizi mengingatkan bahwa konsumsi nasi berlebih bisa meningkatkan risiko obesitas dan diabetes.

Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi diabetes di Indonesia terus meningkat, salah satunya dipengaruhi pola makan tinggi karbohidrat.

Karena itu, banyak kampanye kesehatan kini mendorong variasi sarapan dengan protein, serat, dan sumber karbohidrat lain seperti singkong, jagung, atau oatmeal.

Meski begitu, tak bisa dipungkiri nasi tetap memiliki tempat istimewa di meja makan masyarakat Indonesia seperti nasi uduk, nasi kuning, atau sekadar nasi putih dengan lauk sederhana. (*)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mitrapost.com  di Google News. silahkan Klik Tautan dan jangan lupa tekan tombol "Mengikuti"

Jangan lupa kunjungi media sosial kami

Video Viral

Kamarkos
Pojoke Pati