Mitrapost.com – Kebijakan yang ditetapkan oleh Wali Kota Barcelona, Jaume Collboni, terkait pencabutan sebanyak lebih dari 10.000 izin apartemen wisata kepada turis dalam bentuk apapun pada 2028 mendatang memicu perdebatan sengit.
Melansir dari Kompas, para kritikus telah memberi peringatan, bahwa pelarangan izin wisata secara total ini diperkirakan berdampak besar bagi ekonomi lokal, utamanya pada sejumlah restoran, toko kecil, hingga tempat hiburan malam yang selama ini telah mengandalkan wisatawan.
Hal tersebut berdasar pada laporan dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Barcelona, dengan keberhasilan penyewaan wisata yang selama ini telah menyumbang sebanyak sekitar 1,9 persen setiap tahunnya.
Selain itu, kedatangan turis atau wisatawan ke Barcelona juga berperan dalam mendukung sejumlah lebih dari 40.000 lapangan pekerjaan di beberapa sektor wisata, seperti perhotelan, ritel, hingga hiburan.
“Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh para pemilik apartemen,” jelas salah satu asosiasi bisnis lokal, dikutip dari Kompas.
Kemudian, beberapa pekerja lain yang diprediksi ikut terdampak, di antaranya adalah pelayan, petugas kebersihan, sopir taksi, hingga pemilik toko tempat wisatawan berbelanja.
Sebelumnya, penerapan kebijakan pencabutan lebih dari 10.000 izin apartemen wisata kepada turis pada 2028 ini, didasari pada anggapan atas krisisnya tempat tinggal atau perumahan yang dimiliki oleh warga lokal akibat pariwisata, sementara mereka justru tersingkirkan dari kotanya sendiri.
Meski begitu, salah satu dari empat besar firma akuntansi dunia, PricewaterhouseCoopers (PwC) justru mencatat bahwa dalam kurun waktu 2014-2023, kenaikan sebesar 72% harga sewa di Barcelona, berbanding terbalik dengan jumlah apartemen wisata yang hanya bertambah 2,2%.
Seperti yang terlihat di beberapa wilayah seperti Eixample dan Sant Martí, di mana kenaikan harga sewa tertinggi justru berbarengan dengan adanya penurunan jumlah unit wisata.
Oleh karena itu, para analisis sepakat menilai penyebab utama dari krisisnya tempat tinggal dari warga lokal adalah minimnya pasokan rumah baru, meningkatnya permintaan wisatawan, dan kurangnya proyek hunian secara terjangkau. (*)

Redaksi Mitrapost.com






