Pati, Mitrapost.com – Tahun 2025 menjadi momen istimewa bagi banyak pasangan yang memilih melangsungkan pernikahan. Setelah tahun sebelumnya dianggap sebagai tahun duda oleh sebagian masyarakat Jawa, tahun ini dianggap membawa keberkahan untuk menggelar pesta pernikahan.
Imbasnya, berbagai jasa pendukung pernikahan ikut merasakan berkah, tak terkecuali para penari cucuk lampah, penari pengiring pengantin dalam adat Jawa. Salah satunya adalah Yeni Aprilia Susanti, penari asal Desa Tambahmulyo, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati.
Yeni mengaku, sejak September lalu hingga kini, permintaan untuk tampil di berbagai acara pernikahan meningkat tajam. Ia bahkan kerap mendapat panggilan tampil di luar daerah, seperti Kabupaten Rembang.
“Job-nya naik dua kali lipat. Biasanya hanya beberapa kali tampil, sekarang hampir setiap akhir pekan ada jadwal. Dalam sebulan bisa belasan kali,” ujarnya, Sabtu (8/11/2025).
Yeni mencatat, selama September ia menerima tujuh job, meningkat menjadi 14 job pada Oktober. Sementara di November ini, ia sudah dijadwalkan tampil enam kali dan masih ada beberapa tawaran menunggu konfirmasi.
Meski jadwalnya padat, Yeni tetap menunaikan tanggung jawabnya sebagai guru di sekolah. Ia mengaku sering harus berpacu dengan waktu.
“Biasanya pagi tetap masuk sekolah dulu, ikut apel, lalu pulang cepat untuk ganti kostum dan make up di mobil menuju lokasi acara,” ungkapnya.
Dalam setiap penampilan, ia selalu berkoordinasi dengan wedding organizer (WO) dan pranatacara agar tarian bisa disesuaikan dengan alur acara. Tariannya berdurasi sekitar 10–20 menit, mengiringi prosesi kirab pengantin dengan iringan gendhing tradisional.
Menurut Yeni, dua jenis tarian paling sering dibawakan adalah Tari Rama Sinta dan Gambyong, karena keduanya dianggap simbol keanggunan dan kesetiaan dalam adat Jawa.
“Tarian itu banyak dipilih karena maknanya dalam dan cocok untuk momen pernikahan adat Jawa,” jelasnya.
Sebagai cucuk lampah, Yeni tidak hanya mengandalkan teknik menari, tetapi juga menghayati makna spiritual di balik setiap gerakan.
“Tugas cucuk lampah bukan cuma mengantar pengantin ke pelaminan, tapi juga sebagai simbol penolak bala dan doa agar pasangan diberkahi di kehidupan barunya,” terangnya.
Yeni yang juga pemilik Sanggar Tari Prigel Bromastro ini mengatakan, kehadiran cucuk lampah dalam pesta pernikahan menambah nuansa sakral dan memperkuat nilai budaya lokal. Selain di acara pernikahan, ia juga sering tampil di acara adat seperti sedekah bumi dan karnaval desa.
Untuk sekali tampil, tarif Yeni berkisar antara Rp1,5 juta hingga Rp1,7 juta, tergantung lokasi dan durasi acara.
“Kalau di luar kota biasanya ada tambahan transport. Tapi memang beda karena saya penari lulusan ISI Surakarta, jadi kualitasnya tidak sama dengan yang belajar otodidak,” tambahnya.
Fenomena meningkatnya permintaan penari cucuk lampah ini menjadi bukti bahwa adat Jawa tetap hidup di tengah modernisasi tren pernikahan. Tradisi ini bukan hanya hiburan, melainkan juga warisan budaya yang terus dijaga oleh para pelakunya. (*)

Wartawan Mitrapost.com






