Mitrapost.com – Dalam penjelasan mengenai buku panduan standar gizi dan makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG), ahli gizi sekaligus dokter Tan Shot Yen menyayangkan sajian kudapan yang kerap menggunakan makanan cepat saji atau ultra processed food (UPF).
“Kita bisa memberikan otak-otak, kita bisa kasih telur puyuh pindang. Masak kita kalah sama ibu-ibu yang jualan di pasar subuh,” ucap Tan dalam diskusi daring yang disiarkan melalui platform Zoom, dikutip dari Tempo.
Tan mengatakan di dalam buku panduan yang dirilis oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dan Kementerian Kesehatan tersebut, padahal dijelaskan bahwa pemerintah menyiapkan resep hingga takaran gizi dalam menyajikan masakan untuk ibu hamil dan anak sesuai jenjang umurnya.
Melalui pemaparannya, panduan itu memuat resep makanan lokal yang disajikan lengkap dalam satu rantang MBG, seperti contoh menu dua sate lilit ikan tenggiri ukuran 80 gram, 800 gram lawar bali, satu pisang goreng, dan satu pisang goreng berbobot 50 gram.
Namun, sampai saat ini satuan pelayanan penyedia gizi (SPPG) kerap menyajikan makanan yang melenceng dari pemaparan yang ada dalam buku panduan, bahkan lebih condong pada lauk cepat saji dan susu sapi kemasan yang bercampur gula.
Hal ini membahayakan siswa jika disajikan secara terus menerus, seperti memicu obesitas, gangguan metabolisme, kurangnya gizi pada anak dan orang dewasa hingga timbulnya perilaku hiperaktif anak yang mengakibatkan penurunan performa akademik.
“Nah sekarang kalau (makanan) yang dibagi malah (membuat) performa akademiknya anjlok, gimana?” tuturnya.
Untuk itu, Tan mengkampanyekan empat reformasi yang menuntut perubahan terhadap pelaksanaan proyek Presiden Prabowo Subianto itu, seperti menghentikan distribusi UPF serta menerapkan sistem monitoring, evaluasi, dan supervisi yang akuntabel di semua SPPG.
Jika SPPG terbukti bertindak tidak sesuai petunjuk teknis dan berpotensi menimbulkan masalah, maka pemerintah harus menghentikan operasional SPPG sampai mampu melaksanakan tugasnya kembali sesuai dengan ketentuan yang didahului simulasi terkontrol.
Sementara, lima rekomendasi juga diajukan untuk pelaksanaan MBG, seperti menggandeng kantin sekolah sebagai dapur yang berkualitas dengan ketentuan menjadi SPPG termodifikasi serta bekerja sama dengan puskesmas setempat sebagai layanan supervisi, monitoring, dan evaluasi.
Kemudian, setiap SPPG wajib melakukan transparansi keuangan, menerapkan edukasi MBG tanpa campur tangan kepentingan industri manapun, bekerja sama dengan tenaga pelaksana gizi puskesmas setempat serta mengalokasikan menu lokal sebagai 80% isi MBG di seluruh wilayah. (*)

Redaksi Mitrapost.com


