Sedikit Lagi, Tempat Mati Sudah Dekat (episode 04)

Mitrapost.com – Tivi kanal 7 berbunyi layangan seng tatas, tondo tresno ku wes pungkas, mabur duwur ngalang-ngalang, yen nibo dadi kenanagan. Kemudian lagu selesai. Prayoga menatap jalan aspal di bawahnya. Ia membayangkan adegan jatuh dengan kepala terlebih dahulu yang mendarat pada aspal kusam belakang kos kecilnya. Barangkali sedikit cocok jika dihiasi warnah merah marun, pikirnya. Dan Ia ingin sekali melompat.

Hal yang sebenarnya tak berani ia sampaikan sedikitpun kepada Rama adalah kematian. Entah dengan cara bagaimanapun, ia merasa tidak siap menghadapi dunia baru nanti. Prayoga memang mempercayai reinkarnasi, akan berperan sebagai siapa, itulah yang ia ragukan selama ini. Tak masalah jika menjadi ayam, kambing ataupun hewan yang paling dihina oleh tetangganya sekalipun, babi misalnya, tak masalah. Baginya asal tak kembali menjadi manusia dan merasakan kesedihan panjang.

“Kau pernah ingin mati Ram?” ia meloloskan asap dari mulutnya saat melontarkan pertanyaan itu. Rokok mentolnya yang ketiga. Rama yang sedang memperhatikan tivi itu mau tak mau harus menatapnya. juga meraih remote tivi dan tombol merah itu menghasilkan suara blub saat ia menekannya. seolah ia tampak menembak salah satu musuh terberat hari ini dengan sekali incar.

Baca Juga :   Diduga Depresi Masalah Keluarga, Mahasiswi Loncat dari Lantai 4 Hotel

“Semua di mulai dari tiga tahun lalu,” lanjut Prayoga sebelum Rama menyaut pertanyaan lelaki itu. “Keinginan mati ini tumbuh saat itu Ram. Seorang ibu telah meninggalkanku, Hasno dan ruangan jahit di pojokan rumah kecilku. Perempuan itu ditemukan di dapur, dekat gerabah disimpan, tempat beras diamakan dari serangan tikus. Ia telah pucat dan tergantung dengan kain jarik. “Bunuh diri-bunuh diri,” kudengar kata seseorang dengan berulang saat menerabas pergi dari gerombolan orang-orang. Dan aku, baru saja akan masuk ke tengah.

Aku betul-betul bersusah payah mencoba ke tengah, langkah lambat sekali, selambat pikiranku ketika harus mencerna kejadian itu. Segala bersesak payah di kepala, begitu penuh, banyak masalah berseliweran dan mengulang-ulang sejumlah pertanyaan ‘kenapa’. Hampir tak dapat kutembus kerumanan, menggeser satu lenganpun tak dapat kulakukan. Tubuhku telalu kecil dan para tetangga telah berjubal, memenuhi ruang tengah. wajar saja, mungkin karena penasaran.

Ajaibnya, beberapa menit kemudian tanpa kusadari, aku masuk bagian dari mereka yang di depan barisan. Di antara manusia beragam ekpresi itu. Kupikir ada yang menatapku, sebagian besar orang menatap jasat ibu, dan beberapa lainnya menyelidik di antara perabot dapur. Kulihat Hasno, ayahku. Menatapku sembari menggeleng. Setengah tubuh ibu ia papah. Yang tak dapat kulupa, bahu Hasno bergerak keras sekali. Mungkin ia menangis.

Baca Juga :   Sedikit Lagi, Tempat Mati Sudah Dekat

Aku dan Hasno tak saling bicara setelah kejadian itu. Jika ada kesempatan duduk berdampingan di teras atau ruang tamu, kucoba untuk tetap bermain gawai. Tak menatap matanya. Jika kami ingin menenggak kopi sedangkan persedian cukup satu cangkir, entah milikku atau Hasno, kami tak sungkan untuk berbagi dengan tetap tak berkata sepatah katapun. Begitulah keakrabanku dengan Hasno, meski aku suka memanggilnya begitu daripada sebutan Ayah.

“Pernahkah kau ingin pulang? Mungkin Hasno merindukanmu,” Rama melakukan cara yang sama, ia meloloskan asap rokok mentolnya saat pertanyaan itu dilontarkan. Rokok keempatnya. Prayoga hanya menggeleng dan diam sembari menatap kriut pohon yang beberapakali menghantamkan ranting pada tembok.

“Aku akan keluar sebentar. kita perlu lima botol minum lagi. Oh ya duduklah di sofa, di sana berbaya. dan ingat kau jangan mati dulu,” ucap Rama. Rama berdiri bersusah payah dari posisi duduk lesehan. Ia bahkan meraih pinggiran sofa untuk bertolak dan membuat punggungnya tegak kembali. Kini pantatnya terasa lebih tebal sekarang.

Setelah ia menutup pintu saat keluar dari ruang itu. Ia melewati jalan penghubung antar kamar nan sempit, menuruni dua lantai, setelah sembilan langkah, seperti saat kedatangannya ke kamar Prayoga. Terdengar suara gedebuk saat ia sedang menuju ke arah motornya. ia menoleh dan melihat orang melambai, menunjuknya, menudingnya dengan samar dari lantai tiga. melambai kembali, menudingnya lagi, hingga beberapa kali. Sampai ia mengerti, ia juga harus melakukan hal sama terhadap dirinya sendiri. Menunjuk dirinya sendiri dengan jarinya mengarah ke dada.

Baca Juga :   Viral! Kronologi Seorang Ibu Lahirkan 4 Bayi Sekaligus, Meninggal Bergantian

Lelaki dari lantai tiga itu sepakat bahwa benar Rama lah orang ia panggil. Tak jelas untuk awalnya, dan menjadi jelas pada akhirnya sebuah kalimat “Yoga jatuh, kawanmu telah jatuh…”

(Bersambung…)

Baca juga:

Jangan lupa kunjungi media sosial kami, di facebook, twitter dan instagram

Redaktur: Atik Zuliati

 

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mitrapost.com  di Google News. silahkan Klik Tautan dan jangan lupa tekan tombol "Mengikuti"

Jangan lupa kunjungi media sosial kami

Video Viral

Kamarkos
Pojoke Pati