Pakar Hukum Kritik Gugatan Yusril Ihza Mahendra Terhadap Demokrat

Jakarta, Mitrapost.com – Sejumlah pakar hukum tata negara dari berbagai universitas di Indonesia mengkritik langkah Yusril Ihza Mahendra yang menggunggat Aturan Dasar/Aturan Rumah Tangga (AD/ART) partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA). Upaya yang dilakukannya dinilai berpotensi menimbulkan kekacauan hukum.

Langkah tersebut dianggap sebagai manipulasi intelektual. Menurut Lektor Kepala Hukum Tata Negara Universitas Gajah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar, secara ketatanegaraan mustahil menyamakan AD/ART dengan peraturan perundang-undangan.

Ia menjelakskan, yang bisa dibawa ke MA adalah peraturan perundang-undangan, sedangkan AD/ART bukan peraturan perundang-undangan.

“Peraturan yang bisa digugat ke MA itu dibuat oleh Lembaga negara. Bagaimana mungkin partai itu dianggap sebagai lembaga negara. AD/ART itu konstitusi bagi partai, internal partai,” kata pria yang sering disapa Uceng, Rabu (6/10/2021).

Baca Juga :   Polda Jateng Amankan 368 Pelaku Kejahatan Jalanan

Selain itu, Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan bahwa MA tak punya wewenang menguji AD/ART parpol. Ia menambahkan, AD/ART adalah aturan yang sifatnya hanya mengikat untuk kader parpol yang bersangkutan. Ia mempertegas bahwa AD/ART sifatnya keputusan yang tidak berada di bawah undang-undang.

Oleh karenanya, pihak yang berhak melayangkan gugatan harus merupakan kader dari partai yang bersangkutan. Sementara, empat orang yang mengajukan gugatan judicial review (JR) ke MA sudah tidak lagi berstatus kader Partai Demokrat.

“Bayangkan semua warga negara bakal bisa menguji AD/ART parpol mana pun. Stabilitas parpol akan terganggu,” imbuhnya.

Dosen hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Luthfi Yazid menyoroti potensi anarkisme hukum dari gugatan tersebut. Dirinya mengatakan, jika MA sampai mengabulkan JR terhadap AD/ART partai Demokrat, maka akan membuka gerbang anarkisme hukum (legal anarchism). Sebab setiap orang dapat mengajukan permohonan JR terhadap AD/ART Partai Politik atau organisasinya sehingga menafikan kepastian hukum.

Baca Juga :   Berkelit Karena Utang, IRT di Kulon Progo Ngaku Dirampok

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Hassanudin (Unhas) Aminuddin Ilmar mengingatkan, pengesahan pendirian partai telah melalui proses penelitian hingga verifikasi oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk disahkan sebagai badan hukum.

Meski ada peraturan maupun keputusan yang ditetapkan tidak sesuai dengan AD/ART, maka peraturan atau keputusan partai politik yang seharusnya diuji.

“Jadi bukan Anggaran Dasarnya yang harus digugat tetapi peraturan atau keputusan dari partai politik tersebut yang bertentangan,” pungkasnya. (*)