Jakarta, Mitrapost.com – Dalam Konferensi Tingat Tinggi (KTT) G-20 di Roma beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) terlihat sangat dihargai serta memperoleh banyak pujian dalam penanganan krisis iklim. Rasa hormat ia dapat dari beberapa pemimpin dunia.
Akan tetapi, disaat bersamaan Jokowi justru mendapat terpaan masalah yang cukup kompleks di negaranya sendiri, mulai dari sosial, ekonomi, budaya, dan politik.
Pemerintahan era Presiden Jokowi mendapat banyak kritik dari berbagai kalangan, salah satunya datang dari mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah 1998-2005, Ahmad Syafii Maarif.
Ia mengutarakan kritik melalui tulisan berjudul Mentereng di Luar, Remuk di Dalam.
Remuknya pemerintah saat ini justru terjadi di internal. Bahkan, ia menyebut kejahatan korupsi semakin menjamur, tata pemerintahan berantakan, dan keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) carut-marut hingga terancam bangkrut.
“Kondisi Indonesia ibarat sebuah restoran yang bersih, mentereng, dan gagah di bagian depan, namun jorok dan berantakan di bagian dapurnya. Kebobrokan ini terlihat mulai dari cengkeraman kuku konglomerat yang dibiarkan beroperasi di sejumlah sektor ekonomi yang menyangkut hajat hidup orang banyak, ” ungkapnya.
Buya Syafii Maarif juga menyayangkan komitmen melawan korupsi, kolusi, dan nepotisme di bawah kendali rezim saat ini. Menurutnya, selama 23 tahun Reformasi berjalan, praktik KKN tumbuh subur di periode kepemimpinan Jokowi.
Belum lagi soal perusahaan milik negara. Tak sedikit perusahaan BUMN yang terancam bangkrut buntut pengelolaan keuangan yang tidak optimal. Padahal, sejumlah orang sudah ditunjuk untuk menjadi komisaris guna mengawasi bisnis yang berjalan.
Menanggapi adanya kritik tersebut. Politikus PDIP Hendrawan Supratikno menganggap kritik dari Buya Syafii bisa dijadikan perhatian bagi pemerintah saat ini.
“Ini mampu menjadi masukan yang sangat penting bagi penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Spirit tulisannya sejalan dengan Tap MPR No. VI/2003 tentang Etika Kehidupan Berbangsa,” ungkapnya, Kamis (11/11/2021).
Oleh karena itu, pemerintah pun patut menyerap kritik dari Buya Syafii.
“Kita harus berterimakasih kepada Buya. Para petinggi negara tidak boleh terjangkiti virus “tuna moral”. Defisit tanggung jawab tapi surplus arogansi. Ini untuk renungan kita sebagai negara dan bangsa,” ungkapnya.
Kondisi senada datang dari Politikus Partai Golkar, Indra Bambang Utoyo. Ia mengatakan bahwa Buya Syafii selalu logis, rasional dan tidak pernah berpihak dalam menyampaikan kritik terhadap kondisi negara.
Selain itu, Buya Syafii Maarif pun bukan politikus, sehingga tidak ada tendensi yang bersifat politis.
“Maka ada baiknya memang pemerintah saat ini mendengarkan kritik yang disampaikan Buya karena beliau omongannya bisa dipertanggung jawabkan,” ungkapnya.
Indra yakin cendekiawan sekaliber Buya Syafii Maarif sudah begitu gelisah hingga mengutarakan kritik tersebut lewat tulisan. (*)