Mitrapost.com – Masyarakat Indonesia yang erat dengan kepercayaan dan budaya pasti sudah tidak asing dengan istilah sajen atau sesajen. Sesajen sendiri merupakan sajian berupa panganan, kembang dan sebagainya dalam suatu upacara keagamaan atau adat lainnya, sebagai kegiatan simbolis untuk konektivitas dengan kekuatan gaib.
Sesajen ini paling banyak ditemukan di wilayah Jawa dan Bali, juga daerah-daerah lain yang masih menganut adat istiadat dan kepercayaan terhadap leluhur yang kuat. Banyak pula orang yang menyambungkan sesajen dengan hal-hal yang bersifat gaib. Sesajen disebut sebagai makanan leluhur, sehingga orang yang sengaja menginjak atau melangkahinya akan mendapat celaka.
Sementara itu, bagi masyarakat Bali yang mayoritas memeluk agama Hindu, sesajen merupakan wujud mengucap syukur pada pencipta. Sehingga, biasanya terdiri dari daun janur untuk wadah segi empat sebagai simbol kekuatan Ardha Candra atau bulan, dan porosan (isian) berupa pinang, sirih, daun janur, serta kapur sebagai simbol Tridharma Hindu Bali, yakni Dewa Brahma, Dewa Wisnu, serta Dewa Siwa.
Kemudian, juga diisi dengan irisan tebu, pisang, dan kue-kue khas Bali. Selain itu, bunga yang diletakan harus segar dan harum karena melambangkan kesucian dan ketulusan.
Sesajen juga dikenal sebagai media komunikasi dengan leluhur. Hal ini disampaikan oleh Dosen Antropologi Universitas Gadjah Mada, PM Laksono yang menyatakan bahwa sesaji menjadi media komunikasi antara manusia yang hidup di dunia dengan Sang Pencipta, kekuatan yang tidak bisa dilihat secara langsung.
Diketahui, pada zaman dahulu, manusia berkomunikasi dengan leluhur menggunakan media bau-bauan yang ada wujudnya, namun tidak terlihat, seperti asap kemenyan maupun wewangian dari bunga-bunga tertentu.
Di sisi lain, media komunikasi ini memerlukan serangkaian unsur agar membentuk satu kesatuan pesan yang dapat dipahami oleh penerima pesan tersebut. Maka dari itu, sajen yang menjadi media komunikasi, ada beragam komponen penyusun.
“Sesajen itu kan simbol, sifatnya metaforis, simbol atas niat orang menyampaikan sesuatu, memediasikan pengalaman hidupnya, baik penderitaan yang sedang dialami, kemalangan ataupun sukacita dan harapan,” kata Laksono.
Lebih lanjut, orang-orang biasanya menggunakan sajen untuk disampaikan dalam sebuah ritual, kemudian diletakkan di lokasi yang dianggap sakral, atau dipercaya sebagai tempat jiwa leluhur yang bersemayam. (*)
Redaksi Mitrapost.com