Momentum Kemerdekaan: Masa Revolusi Fisik di Awal Setelah Proklamasi

Mitrapost.com – Setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan pada 17 Agustus 1945, Indonesia tidak langsung menikmati kemerdekaan yang damai.

Masa-masa awal setelah proklamasi diwarnai dengan perjuangan sengit demi mempertahankan kemerdekaan dari kekuatan asing, terutama Belanda yang ingin kembali menjajah. Masa ini dikenal sebagai periode revolusi fisik, berlangsung dari 1945 hingga sekitar 1949.

Mengutip dari Wikipedia, masa revolusi fisik sangat jauh dari stabil. Jepang yang baru saja kalah dalam Perang Dunia II mulai menarik pasukannya, dan Sekutu yang datang untuk melucuti tentara Jepang justru membuka jalan bagi Belanda untuk kembali lewat Netherlands Indies Civil Administration (NICA).

Di sinilah titik awal dari berbagai bentrokan bersenjata antara pasukan Indonesia dan pasukan asing. Salah satu peristiwa paling dikenal dari masa ini adalah Pertempuran Surabaya pada November 1945.

Melalui bukunya berjudul A History of Modern Indonesia Since c.1200, Merle Calvin Ricklefs mencatat sejarah mengenai perlawanan rakyat Surabaya terhadap pasukan Inggris yang membantu Belanda.

Dipimpin oleh tokoh seperti Bung Tomo, perlawanan itu menewaskan ribuan pejuang, tapi juga membangkitkan semangat nasionalisme di seluruh penjuru negeri. Seperti dicatat dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, peristiwa 10 November menjadi salah satu tonggak penting dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan.

Revolusi fisik tidak hanya terjadi di kota besar. Di berbagai daerah, perlawanan rakyat muncul dalam bentuk gerilya. Taktik gerilya menjadi senjata utama menghadapi senjata dan teknologi perang modern milik Belanda.

Pemimpin-pemimpin seperti Jenderal Sudirman bahkan memilih tetap bergerilya meski dalam kondisi sakit, demi mempertahankan kehormatan republik yang baru lahir.

Namun perjuangan ini tidak hanya dilakukan dengan senjata, diplomasi juga memainkan peran penting. Indonesia beberapa kali melakukan perundingan dengan Belanda, seperti Perjanjian Linggarjati (1947) dan Renville (1948).

Meski banyak menuai kritik, langkah-langkah diplomasi ini tetap menjadi bagian dari strategi untuk mempertahankan kedaulatan melalui jalan damai, sebagaimana dijelaskan oleh sejarawan Taufik Abdullah dalam berbagai tulisannya.

Puncaknya terjadi pada Konferensi Meja Bundar (KMB) tahun 1949 di Den Haag, Belanda. Hasil KMB adalah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949, mengakhiri masa revolusi fisik dan membuka jalan menuju konsolidasi negara.

Masa revolusi fisik memang penuh pengorbanan. Tapi dari darah dan keringat para pejuang inilah fondasi kemerdekaan Indonesia ditegakkan. Masa ini bukan sekadar cerita sejarah, melainkan pengingat bahwa kemerdekaan adalah hasil perjuangan yang tidak mudah, dan karenanya harus terus dijaga. (*)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mitrapost.com  di Google News. silahkan Klik Tautan dan jangan lupa tekan tombol "Mengikuti"

Jangan lupa kunjungi media sosial kami

Video Viral

Kamarkos
Pojoke Pati