Mitrapost.com – Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena burnout semakin sering muncul di kalangan remaja. Bukan hanya dialami oleh para pekerja kantoran, tapi juga mahasiswa, pelajar, bahkan content creator yang aktif di dunia digital.
Tekanan untuk selalu produktif, tuntutan ekonomi, serta budaya hustle tanpa henti menjadi faktor utama yang membuat generasi muda rentan mengalami kelelahan mental ini. Burnout bukan sekadar lelah biasa.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), burnout merupakan kondisi stres kronis yang belum berhasil ditangani dengan baik. Gejalanya bisa berupa kelelahan fisik, kehilangan motivasi, serta munculnya perasaan tidak berdaya atau sinis terhadap pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.
Laporan Forbes Health (2025) bahkan mencatat bahwa 62% remaja di bawah usia 30 tahun pernah mengalami tanda-tanda burnout akibat tekanan kerja dan gaya hidup digital yang terlalu cepat.
Tanda awal yang sering muncul biasanya terlihat dari perubahan pola tidur, menurunnya semangat terhadap hal yang dulu disukai, serta kecenderungan menunda pekerjaan karena merasa kehilangan energi.
Beberapa juga mengaku sering merasa cemas tanpa sebab jelas atau mudah tersinggung bahkan terhadap hal kecil. Jika dibiarkan, kondisi ini bisa berujung pada depresi atau gangguan kesehatan fisik seperti sakit kepala, gangguan pencernaan, dan penurunan daya tahan tubuh.
Untuk mengatasinya, langkah pertama adalah mengenali batas diri. Cobalah menerapkan work-life balance sederhana seperti memberi waktu khusus untuk beristirahat, mengurangi paparan media sosial, serta melakukan aktivitas yang menyenangkan tanpa merasa bersalah.
Selain itu, penting juga untuk berbagi cerita dengan orang yang dipercaya atau mencari bantuan profesional jika perasaan lelah mental tak kunjung reda. Burnout bukan tanda kelemahan, melainkan sinyal tubuh dan pikiran bahwa sudah saatnya berhenti sejenak. (*)

Redaksi Mitrapost.com

																						



