Mitrapost.com – Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, Oktober 2020 terjadi suatu fenomena yang menakjubkan. Jangan kaget jika Anda menyaksikan dua fenomena bulan purnama dalam sebulan.
Sejak Kamis (1/10/2020) malam, bulan sudah tampak berukuran penuh. Puncak bulan dalam fase purnama penuh pertama terjadi pada Jumat (2/10/2020) dini hari tadi pukul 04.07 WIB.
Baca juga: Sebagian Wilayah Jateng Diprediksi Terdampak Fenomena La Nina
Berdasarkan keterangan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), pada puncak bulan purnama dini hari tadi jarak geografisnya adalah 405.146 kilometer dan diameter sudut 29,5 menit busur. Purnama kali ini dinamakan dengan purnama mikro karena jaraknya cukup berdekatan dengan titik apogee yang akan terjadi pada 4 Oktober nanti.
Bulan purnama dapat diamati pada arah Timur hingga Barat dan terletak di konstelasi Cetus. Sementara itu, berdasarkan perhitungan periode bulan purnama kedua akan terjadi pada Sabtu (31/10/2020) pukul 21.51 WIB.
Baca juga: Menakjubkan, Fenomena Cincin Lubang Hitam Bergerak di Galaksi M87
Mengapa bulan purnama bisa terjadi dua kali dalam sebulan? Menurut astronom amatir Indonesia Marufin Sudibyo, adalah hal menarik dalam satu bulan terjadi dua fenomena bulan purnama di langit Indonesia.
“Dalam satu bulan ada dua purnama adalah fenomena khas dan menarik di bulan Oktober 2020,” kata Marufin kepada Kompas.com, Kamis (1/10/2020). Bulan purnama adalah bulan dalam fase mendekati atau tepat sama dengan 100 persen sebagai konsekuensi dari oposisi bulan.
Baca juga: Fenomena Langka, Penampakan Paus Biru Terjadi Tiga Kali dalam 100 Tahun
Oposisi bulan terjadi manakala kedudukan Bulan berlawanan arah terhadap kedudukan Matahari dilihat dari Bumi, sehingga Bulan akan terlihat sepanjang malam. Perihal bulan purnama bisa terjadi dua kali dalam sebulan ini, kata dia, ini disebabkan oleh adanya perbedaan durasi kalender Gregorian dan kalender Bulan.
Dalam kalender bulan, basisnya adalah periodi sinodik Bulan. Ini dimaksudkan sebagai rentang waktu yang dibutuhkan Bulan untuk bergerak dari sebuh titik konjungsi ke titik konjungsi berikutnya yang bersebelahan. Maka dalam perhitungan kalender Bulan, selisih rata-rata antara dua Bulan purnama yang berurutan adalah 29,5 hari.
Baca juga: Air Laut Surut Ekstrem di Pantai Benteng Portugis, Bukan Tanda Tsunami
Sedangkan, kalender Greogrian atau biasa juga disebut dengan kalender Gregorius merupakan kalender yang paling banyak dipakai di dunia barat dahulunya, yang saat ini dipakai dalam perhitungan bulan masehi di dunia.
Nah, periode tropis Matahari ini adalah rentang waktu yang dibutuhkan Matahari untuk bergerak dari sebuah titik Aries (vernal ekuinoks) menuju titik Aries berikutnya. Derivasinya dalam kalender menghasilkan durasi 365 atau 366 hari (tahun kabisat) dalam satu tahun. Oleh sebab itu, berbeda dengan kalender Bulan, panjang satu bulan kalender Gregorian atau tarik umum adalah 30-31 hari, kecuali bulan Februari.
“Sehingga setiap 3 tahun sekali terjadi situasi di mana dua Bulan purnama yang berurutan terjadi dalam satu bulan kalender Gregorian yang sama,” jelasnya. (AZ)
Baca juga:
- Diperpanjang, Durasi Video Call Google Meet Tak jadi Dibatasi
- Jangan Salah! Batuk Belum Tentu Terjangkit Covid-19, Kenali Perbedaannya
- Hampir Selesai, Museum Bubakan Siap Sambut Wisatawan 15 Desember
Jangan lupa kunjungi media sosial kami, di facebook, twitter dan instagram
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Bulan Purnama Oktober Terjadi 2 Kali, Astronom Jelaskan Penyebabnya“
Redaksi Mitrapost.com