“Prosesi penjamasan hanya dilakukan dari keluarga juru kunci biar nggak ada kerumunan. Acara sekarang pun khusus untuk masyarakat Bonang saja. Untuk air bekas penjamasan, kami usahakan agar nggak sampai rebutan. Masyarakat harus antre dan nanti dibagikan dari dalam (area penjamasan),” terangnya kepada Mitrapost.com.
Kiai Luthfil Hakim selaku juru kunci mengungkapkan, memang agak sulit melaksanakan tradisi tersebut di tengah PPKM Darurat. Pasalnya, memang sudah menjadi hal lazim jika masyarakat saling berebut untuk mendapatkan berkah dari air bekas penjamasan dan kain mori bekas penutup pusaka peninggalan Sunan Bonang tersebut.
Namun, pihaknya menyadari bahwa bagaimanapun masyarakat harus tetap mematuhi protokol kesehatan, mengingat situasi pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Karena tidak mungkin jika tradisi tersebut harus ditiadakan.
“Dari zaman mbah-mbah dulu sudah ada, jadi harus dilaksanakan. Tapi bedanya dengan tahun kemarin, sekarang yang datang lebih sedikit. Kalau dulu-dulu kan sampai membludak. Sekarang lumayan kondusif,” jelasnya.