Mitrapost.com – Kejawen adalah suatu kepercayaan suku bangsa di pulau Jawa.
Kata “Kejawen” berasal dari kata bahasa Indonesia “Jawa” yang berarti “segala sesuatu yang berhubungan dengan adat dan kepercayaan Jawa”.
Hal ini juga terlihat dari teks-teks Kejawen kuno, di mana kita menemukan bahwa kepercayaan ini berbentuk kegiatan budaya, ritual, seni, sikap, budaya dan filosofi Jawa.
Semua hal tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari aspek spiritual orang Jawa yang mengamalkannya dalam tindakan sehari-hari. Kepercayaan ini muncul sebagai akibat dari akulturasi nilai dan pandangan agama pendatang serta keunikan kepercayaan orang Jawa sendiri yang menginjakkan kaki di pulau Jawa.
Semua budaya Indonesia, termasuk budaya Jawa, memiliki ciri dan makna tersendiri bagi setiap unsurnya. Kejawen merupakan budaya yang identik dengan budaya Jawa, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Penganut ajaran ini biasanya tidak melihat ajaran mereka sebagai agama seperti Islam atau Kristen, tetapi sebagai seperangkat sudut pandang dan nilai-nilai yang terikat pada seperangkat praktik (mirip dengan “ibadah”). Sampai saat ini, ada banyak orang Jawa yang mempraktekkan tradisi Jawa.
Ada berbagai jenis aliran Kejawen, tergantung pada sifat reaktif dari agama tertentu. Cabang aliran ini adalah :
-
Sapta Dharma (Ajaran Sabud Paron)
-
Abangan (lebih banyak aliran campuran Muslim Kejawen)
-
Pangestu (Pembentukan Jiwa)
Ini adalah fakta tentang kepercayaan ini dan dapat menjawab klausa mana yang merupakan tradisi ini masih diperdebatkan oleh banyak orang Indonesia.Karena sejarahnya yang panjang, orang Jawa mengenal konsep keesaan Tuhan atau tauhid.
Penganut aliran ini tetap mempertahankan identitas kejawaannya dalam praktik keagamaannya. Karena kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Jawa pada dasarnya mendorong pemeluknya untuk meyakini adanya Tuhan semakin meningkat. Oleh karena itu, konsep ini tidak bertentangan dengan konsep agama.
Mereka tetap mempertahankan adat dan budaya jawa yang tidak bertentangan dengan prinsip agama. Maka ajaran ini berkembang mengikuti agama yang dianut oleh penganutnya. Sehingga kemudian timbul berbagai terminologi seperti Hindu kejawen, Budha kejawen, Kristen kejawen, atau Islam kejawen.
Dalam masyarakat Indonesia yang normal, pemahaman tentang Kejawen seringkali tidak sempurna. Tak jarang, kepercayaan jawa ini hanya sebagai sungai dan aktivitas yang berbau misterius, mistis, dan supranatural.
Kejawen ini berbeda dengan agama monoteistik seperti Islam dan Kristen, tetapi melihatnya sebagai pandangan hidup dan wawasan. Pandangan hidup kepercayaan ini kemudian mencakup tindakan ibadah. Ajaran Jawa ini mengakui keesaan Tuhan Yang Maha Esa. Jadi inti dari Kejawen adalah membawa orang keluar dari “Sangkan Paraning Dumadi”.
Ini menandakan kembalinya hamba-hamba Allah, dari mana pun mereka berasal. Selanjutnya, ajaran Kejawen mengajarkan bahwa hamba itu selaras dengan Tuhan. Konsep di sini bukan berarti Tuhan itu sendiri, tetapi bahwa manusia adalah bagian dari Tuhan, pencipta alam semesta dan segala isinya.
Berbeda dengan enam agama yang di Indonesia yang memiliki kitab suci, Kejawen tidak memiliki kitab suci. Namun, orang Jawa memiliki kode tak terucapkan untuk membentuk perilaku etiket dalam semua aspek kehidupan. Ada banyak karya tentang kode seperti Sastra Kawi (nasihat), Macapat (wejangan), Babad (sejarah), Suluk (metode supranatural), Kidung (doa), Piwulang (ajaran), Primbon (himpunan).
Semua tampil dalam karakter Jawa atau Pegong. Aliran ini memiliki konsep yang seimbang tanpa berpegang pada aturan yang kaku. Ciri ini paling mirip dengan Konfusianisme atau sifat Konfusianisme, tetapi konsep pengajarannya berbeda. Tindakan atau pemujaan dalam ajaran ini berupa alat musik tradisional Jawa seperti wayang, keris, lantunan mantra, menggunakan bunga tertentu dengan simbol dan filosofi tertentu.