Pati, Mitrapost.com – Sejumlah petani di Pati selatan masih menunda menanam padi karena masih khawatir dengan puncak musim penghujan yang diestimasi terjadi pada Bulan Januari mendatang.
Salah satunya Sunadi, warga dan kelompok Tani Jaya desa Tondomulyo, Jakenan. Ia mengatakan, umumnya di desa tersebut Musim tanam pertama terjadi pada Bulan November-Desember, namun karena cuaca ekstrem, ia masih belum berani menanam padi hingga sekarang.
Diprediksi curah hujan bulan depan akan lebih tinggi dibandingkan bulan lalu dan sekarang.
Akibat banjir bandang yang terjadi pada 30 November lalu, sekitar 80 hektar sawah Tondomulyo gagal tanam atau puso dan belum bangkit hingga sekarang.
“Saat ini tondomulyo kurang lebih 80 hektar yang puso dan lainnya belum mulai belum mulai lagi. Rata- rata umur padi terdampak kemarin baru 1 bulan. Kerugiannya Rp10 juta per hektar,” ujar Sunadi kepada Mitrapost.com, Selasa (13/12).
Jelang puncak musim penghujan tahun depan, Sunadi mengharapkan Pemerintah Kabupaten Pati dalam hal ini Dinas Pertanian, BPBD, atau perangkat daerah yang lain bisa merilis jadwal curah hujan dan prediksi bencana alam. Sehingga para petani bisa menanam dengan aman.
Sunadi mengaku, setiap tahunnya Desa-desa di Sepanjang Kali Juwana seperti Tondomulyo, Karangrowo, Ngastorejo dan sekitarnya hampir dipastikan banjir saat curah hujan sedang dan tinggi.
Dengan adanya rilisan tersebut, kerugian akibat bencana tentunya bisa dihindari.
“Pemerintah harus menentukan kapan musim tanam untuk desa di sepanjang kali Juwana agar masyarakat tahu kapan saat nya banjir. Agar petani tidak terlalu banyak kerugian,” ujarnya.
Sementara Kasnawi, seorang petani dari dukuh Kletak Desa/Kecamatan Gabus, salah satu dari petani yang sawahnya terkena puso akibat banjir bandang juga mengaku ragu untuk melakukan tanam.
Belum lagi harga benih saat ini masih tinggi. Setiap petak sawah setidaknya, ia harus menyiapkan dana Rp1 juta.
Jika bulan Januari terjadi banjir susulan, ia akan mengalami kerugian materiil lebih besar.
“Kalau modal bemih saja nanti Rp1 juta ya ada. Belum mocoknya, paling cari sisa-sisa bibit milik tetangga,” ujarnya.
Petani di Gabus juga masih dihadapkan dengan lumpur dari banjir bandang yang masih menggenang. Hal tersebut juga membutuhkan biaya. (*)
Wartawan Area Kabupaten Pati

 
																						




