Mitrapost.com – Anggota Komisi I DPRD RI dari Fraksi PDI-Perjuangan Sturman Panjaitan mengkritik banyaknya konten berbau pornografi di layanan TV berlangganan.
“Karena TV berlangganan ini kan banyak sekali porno-porno. Pornografi itu kan masih banyak sekali. Selama ini apa yang dilakukan KPI ini? Karena kan tugas dan kewenangannya sudah jelas,” katanya dilansir dari CNN Indonesia.
“Tapi bagaimana dengan TV berlangganan katakanlah Netflix kah, apa kewenangan bapak itu apa? Karena itu kan menyangkut pemirsa Indonesia juga,” lanjutnya.
Mengenai hal itu, pihak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengaku tidak memiliki kewenangan apapun dalam mengatur konten di layanan tersebut.
“Kami belum punya kewenangan mengawasi over the top,” ujar Ketua KPI Pusat Agung Suprio dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/2).
Ia mengaku kewenangan pihaknya selama ini hanya sebatas hingga TV kabel dan konvensional.
“Tapi kalau TV streaming kami belum punya kewenangan,” lanjutnya.
Penyebabnya adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi UU Penyiaran yang dimohonkan oleh Inews dan RCTI, pada tahun 2021. Dimana permohonan judicial review menyangkut permintaan perluasan lingkup penyiaran ke layanan OTT.
Dengan begitu Netlix hingga YouTube diharapkan bisa ikut aturan UU Penyiaran dan diawasi KPI. Sayangnya hal itu tak dikabulkan MK.
“Tapi MK menggagalkan gugatan itu. Sampai sekarang, KPI tidak punya kewenangan ke over the top,” katanya.
Pihak MK menilai hal itu tak relevan lantaran layanan streaming sudah diatur dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Justru apabila permohonan pemohon dikabulkan akan menimbulkan kerancuan antara layanan konvensional dengan layanan OTT,” ujar hakim MK Arief Hidayat saat itu.
Wakil Ketua KPI Mulyo Hadi Purnomo juga pernah mengatakan bahwa pengawasan dan penindakan atas isi konten OTT asing masih menjadi kewenangan Ditjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Komunikasi dan Informatika.
“Kami sudah ingatkan Ditjen APTIKA terhadap maraknya konten negatif di OTT asing. Namun sampai saat ini konten negatif tersebut masih ada,” ungkapnya, Selasa (23/2/2021) lalu dilansir dari CNN Indonesia. (*)