Mitrapost.com – Rencana revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang batasan impor e-commerce dapat menimbulkan masalah baru.
Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) menyebut revisi aturan tersebut akan membuat para e-commerce tutup mengingat banyaknya barang impor yang dijual di e-commerce atau social commerce.
“Kita semua tahu, 90 persen produk yang ada di marketplace merupakan produk impor, itu fakta. Saya jamin banyak yang di bawah Rp1 juta. Dan sekarang mau “ditutup”, ya sudah itu enggak ada gunanya marketplace di Indonesia,” ujar Ketua IDIEC, M. Tesar Sandikapura dilansir dari Bisnis.com.
Ia menilai jika pemerintah masih sekedar berasumsi mengenai pembatasan impor tersebut untuk melindungi UMKM. Sebab, jelasnya, hingga kini masih belum laporan tertulis mengenai protes dari UMKM atas jumlah barang impor di e-commerce yang tinggi.
“Apakah betul dengan ditutup e-commerce, lalu (penjualan) UMKM kita langsung naik, itu kan masih asumsi juga. Kecuali benar-benar sudah diteliti dengan masak-masak, UMKM kita enggak laku karena e-commerce,” jelasnya.
Berdasarkan data Jakpat pada 2022, 86 persen masyarakat Indonesia hanya menghabiskan kurang dari Rp1 juta untuk belanja di e-commerce. Pihaknya mengkhawatirkan jika aturan tersebut diterapkan, maka para penjual akan mencari cara untuk tetap menjual produk impornya.
“Nanti mereka akan jualan bukan dari e-commerce rasanya. Pasti kucing-kucing-an jadinya. Nanti akan buat website, akan dari Instagram, nanti DM (direct message). Orang Indonesia engga bisa ditutup,” ujar Tesar.
Ia pun menyarankan pemerintah memberikan bantuan secara langsung ataupun dengan pelatihan dan subsidi demi menaikkan daya saing UMKM dan meningkatkan kualitas dalam negeri dibandingkan melakukan langkah tersebut. (*)
Redaksi Mitrapost.com
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mitrapost.com di Google News. silahkan Klik Tautan dan jangan lupa tekan tombol "Mengikuti"
Jangan lupa kunjungi media sosial kami
 |
 |
 |
 |
 |
Video Viral
Kamarkos |
Pojoke Pati |
