Mitrapost.com – Selfie atau swafoto yang berarti memotret diri sendiri menggunakan kamera telepon seluler (ponsel) telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat di seluruh dunia.
Meskipun terlihat sederhana, tren ini ternyata memiliki sejarah dan alasan psikologis yang menarik hingga menjelma menjadi budaya global.
Menurut The Guardian, sejarah selfie sudah ada sejak era lukisan ratusan tahun lalu oleh para kaum bangsawan atau seniman yang bisa membuat potret diri.
Namun, dengan hadirnya kamera digital terutama smartphone, setiap orang kini bisa dengan mudah mengabadikan wajahnya sendiri tanpa perlu bantuan orang lain.
Salah satu alasan mengapa selfie begitu populer adalah dorongan untuk mengekspresikan diri seperti menunjukkan mood, gaya berpakaian hingga aktivitas sehari-hari.
Media sosial seperti Instagram, Facebook dan TikTok semakin memperkuat tren ini, sebagai jembatan memperlihatkan kepada banyak orang hanya dalam hitungan detik.
Dari sisi psikologis, selfie juga menjadi cara meningkatkan kepercayaan diri. Namun, di sisi lain beberapa orang menganggap selfie mampu memicu perilaku narsis atau membuat orang terlalu bergantung pada validasi orang lain.
Menariknya, selfie bukan hanya tren individu tetapi fenomena sosial. Banyak momen penting seperti konser, wisata, atau pertemuan dengan tokoh terkenal sering diabadikan melalui selfie. Bahkan, istilah groupfie muncul untuk menggambarkan foto selfie yang dilakukan bersama banyak orang.
Dengan perkembangan teknologi kamera yang semakin canggih termasuk adanya fitur wide angle, filter, hingga mode kecantikan, tren selfie diprediksi masih akan terus bertahan.
Selfie bukan lagi sekadar gaya hidup modern, tetapi sudah menjadi bagian dari cara manusia berkomunikasi, mengekspresikan diri, dan mendokumentasikan kehidupan sehari-hari. (*)

Redaksi Mitrapost.com